Elegi Pintu

Lanemu248 Dilihat

Ahmad  Muchlish Amrin

Pintu. Ya, berbicara ihwal sebuah pintu sama dengan berbicara perihal kedatangan dan kepergian, bukan?

Bagi sebuah rumah, pintu adalah akses keluar dan masuk, akses pergi dan kembali, akses berangkat dan pulang. Setiap yang merasa punya rumah, pasti mengerti kapan pintu harus ditutup dan dibuka.

Apakah pintu akan dibuka untuk senyum dan bahagia? Atau untuk sakit dan luka? Itulah sebabnya penyair D. Zawawi Imron pernah bergumam melalui puisinya: masjidku terkatung-katung di alunan hati | pintu-pintunya tertutup rapat | hanya terbuka bagi sepi.

Selain Elegi Pintu,Jangan Lewatkan Baca Juga: Kembali ke Rumah

Pintu “rumah Tuhan” yang terekam dalam estetika puitik si celurit emas ini menunjukkan bahwa di saat aku lirik menyaksikan atau hadir di sebuah masjid yang sejatinya menjadi bagian dari diri, diramaikan, dilestarikan, dirawat dengan kebaikan-kebaikan, maka saat itu pintu-pintunya pun dikunci rapat. Hanya sepi yang hadir dan bersua menyambut kicau burung-burung yang mondar-mandir di situ.

Cari Info Kerja Daeraj Yogyakarta dan Sekitarnya? Info Loker Jogja Terlengkap

Merawat pintu rumah kita tentu bukan hanya memoles dengan cat agar terlihat indah dan bagus. Akan tetapi, merawat pintu sama dengan merawat kebersamaan, keharmonisan, kerukunan, sehingga pintu rumah kita bisa terbuka untuk siapa saja; bahkan kepada para pencoleng bandel bahlul kotepe sekalipun.

Pintu yang selalu terbuka maupun tertutup dapat mengilustrasikan  pemiliknya. Pintu rumah yang termewah pastinya bermula dari kemewahan pintu jiwanya, sehingga siapapun akan kerasan dan nyaman di situ.*

 

Ahmad  Muchlish Amrin, Santri Kutub Yogyakarta

Klik Puisi Ibu D Zawawi Imron, Suara Asli Penyair Nasional Si Celurit Emas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar