Di Masjid/Lapangan, Kesunnahan, Happy Eid Mubarak, ハッピーイードムバラク, Happīīdomubaraku
KH. Heri Kuswanto
1) Syekh Kamaluddin al-Damiri dalam al-Najm al-Wahhaj
(وَفِعْلُهَا بِالْمَسْجِدِ أَفْضَلُ)؛ لِأَنَّ الْمَسَاجِدَ خَيْرُ الْبِقَاعِ وَأَشْرَفُهَا وَأَنْظَفُهَا، وَلِأَنَّ الْأَئِمَّةَ لَمْ يَزَالُوْا يُصَلُّوْنَ الْعِيْدَ بِمَكَّةَ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَهَذَا إِذَا اتَّسَعَ كَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَإِلَّا .. فَالصَّحْرَاءُ أَفْضَلُ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى فِي الصَّحْرَاءِ لِضَيْقِ مَسْجِدِهِ، فَلَوْ صَلَّى الْإِمَامُ بِهِمْ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ فِي الْمَسْجِدِ .. كُرِهَ لِلْمَشَقَّةِ عَلَيْهِمْ.
Melakukan salat hari raya
– Di masjid lebih utama, karena masjid-masjid adalah sebaik-baiknya, semulia-mulianya dan sebersih-sebersihnya tempat. Dan karena para Imam senantiasa shalat hari raya di Mekah di Masjidil Haram. Hal ini bila masjid luas, seperti Masjidil Haram dan Bait al-Maqdis.
– Bila tidak demikian, maka tanah lapang lebih utama, karena Nabi shalat di lapangan sebab sempitnya masjid beliau. Apabila Imam salat bersama masyarakat dalam kondisi demikian di masjid, maka makruh, karena memberatkan mereka”.
Baca Juga:
2) Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhta, Waktu salat Idul Fitri
– Sejak terbit matahari sampai masuk zuhur
– Sunnah mengakhirkannya hingga matahari naik satu tombak atau sekitar 30 menit setelah terbit
– Salat Idul Fitri sebelum batas waktu tersebut , makruh, karena ada ulama yang tidak mengesahkannya
3) Kesunnahan
1) Mandi
Syekh Sulaiman al-Bujairimi dalam Tuhfah al-Habib :
– Bagi (laki, perempuan, wanita , tengah haid/ nifas) melakukan mandi Idul Fitri.
– Juga bagi yang tidak hadiri salat Idul Fitri(sakit)
– Waktu dimulai tengah malam Idul Fitri sampai tenggelam matahari keesokan harinya (utama setelah terbit fajar)
– Niat:
نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
“Aku niat mandi Idul fitri, sunnah karena Allah”
2) Menghidupi malam Id
– HR. Daruqutni
مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيْ الْعِيدِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ
“Barangsiapa menghidupi dua malam hari raya, hatinya tidak mati di hari matinya beberapa hati”
– Menghidupi malam hari raya (salat, shalawat, baca Al-Qur’an, dan lain-lain)
3) Memperbanyak bacaan takbir.
Baca Juga: Ketinggal Takbir, Datang Kok Imam sudah Membaca Al-Fatihah
– QS. Al-Baqarah 185
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ
Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah
– Syekh Sa’id Bin Muhammad Ba’ali Ba’isyun dlm Busyra al-Karim mulai tenggelam matahari malam 1 Syawal sampai takbiratul Ihram Imam salat Id
– Atau takbiratul Ihramnya mushalli sendiri, bagi yang shalat sendirian
– Pendapat lain menyatakan waktunya habis saat matahari naik kira-kira satu tombak (+ 3,36 M)
4) Makan sebelum berangkat
– al-Imam al-Nawawi dalam al-Umm
utama yang dimakan adalah kurma ganjil (1, 3 dst)
5) Beda rute pergi-pulang
– HR al-Bukhari, rute keberangkatan lebih panjang dari pulang.
– Agar perbanyak pahala menuju tempa ibadah
6) Berhias
Syekh Zakariyya al-Anshari dalam Asna al-Mat:
– Membersihkan badan, potong kuku, , wewangian dan pakaian terbaik.
– Lebih utama putih, kecuali ada yang lebih bagus,
– Berlaku bagi yang tidak hadir juga
– Khusus bagi perempuan, harus memperhatikan batas syariat.
Baca Juga: Berpuasa di Tengah Meroketnya Harga Komoditas
7) Tahniah (memberi ucapan selamat).
– Saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih
– Tidak ada aturan baku redaksi, misal:
“Taqabbala allâhu minnâ wa minkum”
“Kullu ‘âmin wa antum bi khair”
“Selamat hari raya Idul Fitri”
“Minal aidin wa al-faizin”
“Mohon maaf lahir batin”
“Sugeng riyadin”
“Happy Eid Mubarak”
ハッピーイードムバラク
Happīīdomubaraku , dan lain-lain.
KH. Heri Kuswanto, Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo, A’wan Syuriah PWNU DIY sekaligus dosen IIQ An Nur Yogyakarta.
1 komentar