
ejogja.ID | Yogyakarta — Langit Banjarmasin masih temaram saat deru kendaraan mulai merapat ke halaman Kantor LLDIKTI Wilayah XI Kalimantan. Gedung itu tak biasanya ramai pagi-pagi. Tak ada seminar, tak ada seremoni akademik. Yang ada hanyalah barisan wajah-wajah tegang: 16 guru besar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) datang satu per satu untuk menghadapi pemeriksaan intensif oleh tim Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi pada Rabu, 23 Juli 2025.
Jangan Lewati: Mengapa 160 Guru Menolak Menjadi Pengajar di Sekolah Rakyat?
Mulai Senin, 21 Juli 2025, selama empat hari penuh hingga Kamis, 24 Juli, pemeriksaan terhadap para profesor itu digelar secara tertutup. Tim berisi 21 pemeriksa bergiliran menggali informasi, membuka dokumen, dan mencocokkan laporan jabatan akademik yang selama ini terlihat megah di atas kertas.
Daftar 13 Guru Besar ULM yang Bermasalah
Dalam pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kemendiktisaintek yang berlangsung 21–24 Juli 2025 di LLDIKTI Wilayah XI Kalimantan, sebanyak 16 guru besar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) terkait dugaan pelanggaran prosedur dalam pengajuan jabatan akademik. 13 nama guru besar ULM yang teridentifikasi publik.
Prof. Dr. H. Ahmad Alim Bachri, S.E., M.Si.
Prof. Dr. Ir. Lutfi Tohir, M.P.
Prof. Dr. Hj. Normawati, M.Pd.
Prof. Dr. H. Muhammad Zaini, M.Ag.
Prof. Dr. Hj. Siti Rohani, M.Pd.
Prof. Dr. Ir. Saiful Bahri, M.T.
Prof. Dr. H. Mahyuni, M.A.
Prof. Dr. Hj. Rina Martini, M.Si.
Prof. Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Kes.
Prof. Dr. Muhammad Ramadhan, S.H., M.Hum.
Prof. Dr. Hj. Rahmawati, M.Pd.
Prof. Dr. H. Chairil Anwar, M.Si.
Prof. Dr. H. Jumadi, M.Pd.
3 Guru Besar masih dirahasiakan. Hingga berita ini terbit, pihak ULM maupun Kementerian belum mengumumkan secara resmi tiga nama guru besar lainnya yang turut ikut dalam rangkaian pemeriksaan ini. Belum ada yang mengetahui alasannya, apa karena perlindungan hukum, proses administrasi yang belum selesai, atau pertimbangan etik lainnya.
Jangan Lewati: Kolaborasi LPDP UNS dan Puskesmas Gajahan: Layanan Gratis dan Beasiswa
Meskipun jumlahnya telah terkonfirmasi oleh Inspektorat, tidak semua identitas terbuka. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran publik tentang transparansi, namun juga membuka ruang penting bagi prinsip asas praduga tak bersalah dan perlindungan data pribadi dalam dunia akademik.
Jurnal Predator dan Gugatan Etika Akademik
Penyelekidikan masalah bukan perkara kecil. Dugaan terfokus pada penggunaan jurnal predator—media publikasi abal-abal yang tidak melalui proses telaah ilmiah yang sahih—dalam pengusulan jabatan akademik. Lebih jauh lagi, muncul indikasi adanya pemalsuan dokumen pendukung, dan rekayasa data demi mempercepat gelar kehormatan yang semestinya suci: guru besar.
“Beberapa guru besar itu kini tidak lagi tercatat sebagai profesor dalam sistem kepegawaian,” ungkap seorang pejabat yang ikut dalam proses investigasi namun meminta namanya disamarkan. Ia menyebut ada potensi pelanggaran sistematis yang terjadi secara berjenjang, bahkan melibatkan pejabat struktural kampus.
Kampus Sunyi, Senat Bungkam
Di lingkungan kampus ULM sendiri, suasana mendadak dingin. Wakil Rektor I, Iwan Aflanie, saat ditanya media, hanya menjawab singkat bahwa pihak rektorat belum mengetahui pasti terkait nama-namanya. Ketua Senat Universitas, Prof. Hadin Muhjad, bahkan mengaku tidak dilibatkan dalam proses klarifikasi. Padahal, lembaga senat adalah garda akademik tertinggi dalam etika keilmuan kampus.
Jangan Lewati: Tingkatkan Sinergi, LPDP UNS Adakan Studi Banding ke LPDP Universitas Brawijaya
Menteri Angkat Suara
Rabu, 30 Juli 2025, enam hari setelah pemeriksaan selesai, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Brian Yuliarto, akhirnya angkat bicara. Dalam wawancara yang dimuat oleh Kompas.com, ia menyatakan belum menerima laporan lengkap dari Itjen, namun menegaskan:
“Kalau memang ada masalah, tentu kita harus perbaiki. Tapi tetap harus menjunjung asas praduga tak bersalah.”
Pernyataan ini menunjukkan kehati-hatian, namun sekaligus membuka pintu bagi kemungkinan tindakan korektif yang lebih tegas dari kementerian.
Bayang-Bayang Skandal 2024 Masih Membayang
Kasus pemeriksaan 16 guru besar ULM tahun ini bukan insiden tunggal. Hanya berselang satu tahun sebelumnya, pada 2024, Universitas Lambung Mangkurat juga terguncang skandal akademik besar. Sebanyak 11 guru besar Fakultas Hukum terbukti melanggar prosedur pengajuan jabatan dengan menggunakan jurnal predator dan dokumen tidak sah, termasuk pemalsuan tanda tangan pejabat senat. Akibatnya, akreditasi program studi sempat dicabut sementara oleh BAN-PT, dan baru pulih pada April 2025 setelah evaluasi menyeluruh. Kini, saat bayang-bayang kasus lama belum sepenuhnya sirna, gelombang baru justru datang lebih luas, menyeret lebih banyak nama, dan menguji komitmen ULM dalam menjaga integritas akademiknya.
Kini, badai baru datang—lebih luas, lebih dalam, dan melibatkan lebih banyak tokoh akademik terkemuka.
Arah Baru Integritas Akademik?
Kasus 16 guru besar ULM seolah menjadi refleksi nasional atas darurat integritas di dunia pendidikan tinggi. Gelar “profesor” seharusnya menjadi hasil dari perjalanan intelektual panjang, bukan sekadar akrobat administratif.
Jangan Lewati: PKDP 2025, Dosen Profesional: Membangun Peradaban dari Ruang Kelas
Ketika jabatan akademik berkompromi dengan publikasi palsu dan pembajakan sistem, maka krisis kepercayaan bukan lagi di depan mata—tapi sudah di ambang pintu kehancuran.
Kini, publik menanti langkah konkret. Apakah kementerian berani bersih-bersih sampai ke akar? Ataukah ini akan menjadi satu dari sekian banyak laporan investigatif yang redup dalam birokrasi?
Yang jelas, satu hal sudah terbukti: kejujuran ilmiah tidak bisa ditukar dengan gelar.












