
ejogja.ID | Yoyakarta – Suasana di Universty Hotel University Hotel UIN Sunan Kalijaga pagi itu terasa berbeda. Bukan sekadar karena kehadiran ratusan dosen muda dari Daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah secara luring, serta dari berbagai penjuru Indonesia secara daring, melainkan karena narasi yang menggugah tentang hakikat seorang pendidik yang disampaikan oleh Prof. Noorhaidi Hasan, S.Ag., M.A., M.Phil., Ph.D. Dalam orasi akademiknya, ia tak hanya mengulas peran dosen secara teknis, tetapi juga menggambarkan peran mereka sebagai arsitek perubahan sosial dan penjaga peradaban.
Jangan Lewati: Dari Warung Soto ke Gerbang UGM: Anyndha Taklukkan Batas dengan Tekad
“Pertama, dosen harus mampu mengajarkan cara berpikir secara logis dan kritis. Kedua, mampu mengomunikasikan ide dengan yang lain melalui berbagai media. Ketiga, dosen harus berperilaku baik dan benar,” tegas Guru Besar UIN Sunan Kalijaga itu dengan intonasi yang mantap.
Bagi Prof. Noorhaidi, dosen bukan sekadar pengajar di ruang kelas, tapi pelaku penting dalam ekosistem ilmu pengetahuan. Ia menekankan bahwa kampus seharusnya menjadi lembaga inklusif—yang tidak hanya menghargai keberagaman identitas, tetapi juga menjunjung tinggi kebebasan akademik, budaya debat ilmiah, hingga karakter kolaboratif. “Kampus harus menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah,” ujarnya sambil menyebut pentingnya empati dan dialog dalam budaya akademik.
Kekayaan Intelektual, Riset, dan Keberlanjutan
Dalam kesempatan itu, Prof. Noorhaidi juga mendorong para dosen muda untuk membudayakan dan meningkatkan kekayaan intelektual yang dapat didaftarkan sebagai hak paten. Hal itu sejalan dengan cita-cita menjadikan kampus sebagai pusat inovasi berbasis riset yang mendalam dan berkelanjutan.
“Inovasi yang tidak berangkat dari riset, hanya akan menjadi tren sesaat. Sedangkan riset yang mendalam akan melahirkan perubahan yang tahan lama,” ujarnya, menekankan pentingnya kesinambungan penelitian dalam dunia pendidikan tinggi.
Fakta dan Tantangan Pendidikan Tinggi
Dalam sesi yang sama, Prof. Noorhaidi juga membeberkan data penting terkait kondisi pendidikan tinggi di Indonesia. Saat ini, terdapat lebih dari 4.523 perguruan tinggi—baik negeri maupun swasta—dengan jumlah mahasiswa mencapai 9,32 juta. Namun, angka ini tidak serta-merta mencerminkan kualitas.
Sebagian besar perguruan tinggi masih menghadapi tantangan serius, seperti rendahnya jumlah dosen bergelar doktor (baru sekitar 25 persen dari total 303.000 dosen), minimnya jumlah publikasi ilmiah, keterbatasan dana riset, dan lemahnya kerja sama riset global.
Jangan Lewati: Banyak Doktor, Banyak Predator
“Yang lebih mengkhawatirkan adalah kurikulum yang belum cukup responsif terhadap kebutuhan zaman, serta kesenjangan antara lulusan dan pasar kerja,” tambahnya.
Sebuah Gerakan Awal
Orasi akademik tersebut merupakan bagian dari pembukaan kegiatan Peningkatan Kompetensi Dosen Pemula (PKDP) 2025. Acara Ini digelar oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Acara ini berlangsung selama sepuluh hari, dari tanggal 21 hingga 30 Juli 2025, di University Hotel, dan menjadi salah satu upaya konkret dalam meningkatkan profesionalitas dosen di Indonesia.
Melalui momentum ini, Prof. Noorhaidi mengajak semua pihak untuk tidak lagi memandang dosen sebagai “pekerjaan biasa”, melainkan sebagai profesi strategis yang membawa misi peradaban.
“Dosen adalah penanda zaman. Mereka tidak hanya mengajar, tapi juga membentuk cara berpikir generasi masa depan,” pungkasnya penuh harap.
















