ejogja.ID – Bantul, 500 pekerja konstruksi yang tergabung dalam Aliansi Paguyuban Pekerja Bantul (AP2B) menggelar aksi protes di depan kantor PT Merak Beton dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Bantul. Salah satu indikasi aksi tersebut dipicu adanya penundaan jadwal tender oleh ULP Kabupaten Bantul yang menyebabkan penumpukan pekerjaan di akhir proyek, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan di kalangan para pekerja. Hal ini terjadi disinyalir karena ada dugaan “cawe-cawe” PT merak terkait tender pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Bantul sehingga membuat situasi di kalangan para pekerja dan masyarakat Bantul menjadi gaduh. 500 pekerja geruduk kantor PT Merak Beton dan ULP Kabupaten Bantul.
Penundaan tender yang tidak sesuai jadwal dinilai berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Akibatnya, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan secara tergesa-gesa dan hasilnya tidak maksimal. Kondisi ini membuat para pekerja khawatir akan kualitas hasil akhir proyek dan kesejahteraan keluarga mereka menjadi terganggu karena sangat bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal warga Bantul.
Jangan Lewatkan: Paskibraka Dipaksa Copot Jilbab, Yudian Dikecam
“Kami terpaksa bekerja dengan waktu yang sangat terbatas dan ini mempengaruhi kualitas pekerjaan kami. Kami ingin pihak ULP segera menuntaskan masalah ini agar kami bisa bekerja dengan lebih baik,” ujar endik selaku korlap dalam aksi tersebut.
Selain itu, endik juga mempertanyakan legalitas material yang digunakan oleh PT Merak Beton. “Kami menduga bahwa beberapa material yang digunakan tidak memiliki izin resmi, yang semakin menambah kekhawatiran mengenai kualitas dan keselamatan para pekerja”, tegasnya.
“Kami juga mempertanyakan mengapa ULP tidak menayangkan paket tender secara teratur seperti tahun-tahun sebelumnya. Ada apa dibalik ini semua? Kami berhak mendapatkan informasi yang transparan”, tambahnya.
Situasi di lokasi protes sempat memanas ketika massa menuntut penjelasan dari ULP Kabupaten Bantul mengenai ketidakpastian jadwal tender. Mereka mendesak agar pihak ULP segera memperbaiki prosedur dan memastikan tender dilaksanakan tepat waktu guna mencegah terulangnya masalah ini di masa depan.
Jangan Lewatkan: Kekerasan di Pesantren, Tim FGD RMI PWNU DIY Kuak Penyebabnya
Musthafa, SH selaku tim hukum dan advokasi AP2B juga menyoroti Potensi Pelanggaran Hukum Terkait dengan situasi tersebut. “Terdapat beberapa potensi pelanggaran hukum yang dapat diselidiki lebih lanjut oleh aparat penegak hukum. PT Merak Beton patut diduga melanggar Pasal 263 KUHP jika terbukti tidak ada ijin material. ULP Kabupaten Bantul juga patut diduga melanggar Pasal 7 ayat 1 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu ULP bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pengadaan barang/jasa sesuai jadwal dan aturan yang berlaku. Jika terbukti ada kelalaian atau penyimpangan dalam proses ini, ULP bisa dikenakan sanksi administratif hingga pidana”, tegasnya.
“PT MERAK juga patut diduga melanggar Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017. Hal ini tentang jasa konstruksi yang mengatur bahwa seluruh material yang digunakan dalam proyek konstruksi harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku. Penggunaan material tidak berizin bisa dianggap melanggar ketentuan. Ini dapat mengakibatkan sanksi administratif, denda, hingga pencabutan izin usaha konstruksi. Pencabutan izin yang berdampak pada hilangnya hak perusahaan untuk beroperasi di sektor tersebut. Juga Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Penggunaan material yang tidak memenuhi standar juga bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, yang meliputi hak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan. Pelanggaran ini dapat menyebabkan perusahaan dikenakan sanksi berupa denda atau tuntutan ganti rugi dari pihak yang dirugikan” tambahnya.
Jangan Lewatkan: Nasab Ba’alawi Putus? Ismael Amin Kholil Jotos Argumen dengan Imaduddin Utsman Al-Bantani
“ULP Bantul tidak menayangkan paket tender secara teratur atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ada beberapa dampak hukum dan konsekuensi yang dihadapi oleh ULP dan pejabat yang terlibat. Kosekuensi berupa Pelanggaran Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa proses pengadaan harus dilakukan secara terbuka, transparan, adil, dan tepat waktu. Jika ULP tidak menayangkan paket tender secara teratur, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kami juga melihat Potensi Tindak Pidana Korupsi yaitu Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika penundaan atau tidak ditayangkannya paket tender secara teratur diduga disengaja untuk menguntungkan pihak tertentu. Bisa merugikan negara. Ini bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, khususnya jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang atau penggelapan dana” Imbuhnya.
“Terakhir, kami berharap betul pengawasan dan audit oleh BPK atau BPKP uudit khusus. Karena yang ada, audit khusus terhadap ULP Kabupaten Bantul yang tidak menayangkan tender secara teratur. Dari hasil audit tersebut bisa memunculkan rekomendasi sanksi administratif atau pidana jika ditemukan penyimpangan atau kerugian negara. Kemudian dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) jika ditemukan adanya pelanggaran. LHP BPK/BPKP nantinya bisa dijadikan dasar oleh aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Ini untuk menindak tegas oknum-oknum pejabat ULP Kabupaten Bantul yang terlibat”, tutupnya.
Jangan Lewatkan: Nulis Story, Nulis Puisi: Tips Menulis Puisi
Ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Untuk Bantul (AMUBA), Buruh dan Warga Bantul menuntut pengawasan dan audit terhadap pengadaan tender yang tidak memihak pribumi.
Rabu, 21 Agustus 2024, sekitar 500 mahasiswa yang tergabung dalam amUBA, buruh dan warga Bantul melakukan aksi protes terhadap PT Merak Jaya Beton dan ULP Kabupaten Bantul pada pukul 09.00 WIB. Aksi protes ini dilatarbelakangi oleh penundaan jadwal tender dari ULP. Ini menyebabkan penumpukan pekerjaan di akhir proyek, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan di kalangan para pekerja. Hal ini disinyalir karena ada dugaan “cawe-cawe” PT merak terkait tender pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Bantul.
Persoalan yang terjadi pada penundaan tender yang tidak sesuai jadwalnya. Ini dianggap oleh masyarakat menimbulkan dampak yang buruk pada penyerapan tenaga kerja. Imbas dari hal ini ialah banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dengan terburu-buru dan hasil yang tentu tidak maksimal. Para pekerja khawatir pada kualitas hasil akhir proyek. Kesejahteraan keluarga menjadi terganggu. Sebab, hal tersebut begitu tidak sejalan dengan nilai kearifan lokal warga Bantul.
“Dengan adanya persoalan tersebut, tentu sangat merugikan bagi warga Bantul, khususnya para buruh yang ada di Bantul. Tentunya kami sangat menyayangkan hal tersebut. Kami dari AMUBA tentunya akan selalu membersamai rakyat Bantul setiap permasalahan yang dihadapi”, ujar Ahmad Tomi Wijaya selaku Koordinator Umum AMUBA.
“Kami berkomitmen untuk mengawal kebijakan-kebijakan yang sangat tidak memihak hak-hak rakyat. Ada beberapa data yang sudah kita kumpulkan dan akan kita tindak lanjuti dalam waktu dekat”, tambah Tomi.