Kuswaidi Syafi`ie
Karena dosa merupakan suatu kepastian bagi setiap manusia, maka ampunan yang datang dari Tuhan Yang Mahasempurna senantiasa disediakan untuk menutupinya sehingga keduanya menjadi sebagaimana semestinya.
Dosa membutuhkan ampunan sebagaimana kotor yang membutuhkan pembersih. Tanpa adanya ampunan, dosa-dosa hanya akan semakin teronggok tidak karuan, semakin bacin dan jorok, menebarkan virus dan penyakit yang tidak saja destruktif bagi pelakunya semata, tapi juga bisa menjerumuskan dan membahayakan orang lain.
Demikian pula sebaliknya. Yakni bahwa ampunan itu diam-diam sesungguhnya membutuhkan dosa-dosa. Sebab, andaikan dosa-dosa itu tidak pernah ada, maka ampunan itu sama sekali tidak dibutuhkan kehadirannya. Dan seandainya pun ada, maka ampunan itu akan mengalami pengangguran luar biasa dan itu tidak lain merupakan siksaan. Tapi tidak lantas dengan serta-merta kita tarik kesimpulan secara serampangan bahwa tak masalah dengan sengaja kita menumpuk dosa sebanyak mungkin. Tidak. Sebab, ada dua kemungkinan Tuhan menghadapi dosa-dosa kita: bisa dengan ampunan, dan ini yang kita harapkan, bisa juga dengan keadilanNya, na’udzu billahi min dzalik.
Jangan Lewatkan Baca Juga: Cinta dan Akal
Keduanya berada pada posisi saling melengkapi, saling membutuhkan sekaligus saling menguntungkan. Ini adalah rahasia yang sangat mengagumkan yang membentang di antara seorang hamba dengan Tuhannya, juga di antara Sang Tuhan dengan hambaNya itu.
Kenapa manusia berdosa? Karena mereka terbatas dan lemah. Dan salah satu buktinya adalah dosa. Kenapa Tuhan itu pengampun? Karena Dia terlampau sempurna sehingga tidak ada sekecil apa pun kekurangan yang melekat pada diriNya. Tidak mengampuni itu merupakan kekejaman. Kekejaman adalah kekurangan. Dan hal itu jelas mustahil.
Seandainya seseorang dianugerahi makrifat sehingga dia mengenal persis bahwa awal dan akhir dari kehidupannya sendiri, juga segala sesuatu di alam semesta, tidak lain adalah Tuhannya, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak akan punya tujuan apa pun dalam hidupnya selain Sang Tuhan itu sendiri. Dia juga akan menyaksikan sekaligus merasakan bahwa semua karunia dan kenikmatan pastilah menghablur dari hadiratNya semata, tak mungkin dari siapa pun yang lain.
Dan ketika dia telah berselimutkan makrifat yang sangat lezat itu, maka dia akan mengalami sesuatu yang begitu menakjubkan berkaitan dengan dosa-dosa sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad Saw: Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya, tidak saja yang telah dilakukan dan menjadi bagian dari masa silam, tapi bahkan dosa-dosa yang belum dia kerjakan sudah diampuni terlebih dahulu. Begitu menggembirakan.
Baca Juga: Kursi
Itulah yang diisyaratkan oleh ayat kedua surat al-Fath. Itulah gerbang ampunan yang terbuka sangat lebar bagi siapa saja yang sudah tidak tertarik kepada apa atau siapa pun selain hadiratNya. Gerbang yang telah dilewati oleh para nabi dan para wali.
Betapa beruntung orang yang memasuki gerbang yang sangat sakral itu. Dan kita tentu saja berharap agar menjadi bagian dari mereka yang beruntung itu. Amin. Wallahu a’lamu bish-shawab.
Kuswaidi Syafi`ie, penyair sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi Bantul Yogyakarta.
3 komentar