ejogja.ID – Bantul – Maraknya kasus kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan, khususnya pesantren, membuat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pesantren-pesantren di bawah naungan ormas keagamaan Nahdlatul Ulama) melakukan konsolidasi dengan para pengelola pesantren se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada hari Ahad, 11 Agustus 2024, bertempat di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dilakukan dengan mengambil tema Model Pesantren Ramah Anak dan Perempuan. Kegiatan ini diikuti oleh 36 peserta yang merupakan gus dan ning sebagai salah satu penerus dan pemegang kebijakan pesantren, termasuk 2 peserta anggota Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai bentuk peduli dengan kasus kekerasan di pesantren, RMI PWNU DIY lakukan konsolidasi dengan pengelola pesantren se-DIY.
Jangan Lewatkan: Joko Widodo Teken Pasal Penyediaan Kontrasepsi untuk Anak Sekolah, Gus Hilmy: PP 28/2024 ini Menyimpang dan Wajib Direvisi
Dalam sambutan ketua RMI PWNU DIY, KH. M. Nilzam Yahya, bahwa para pengelola pesantren saat ini harus aware tentang perubahan kondisi dan sistem di lingkungan masyarakat saat ini, termasuk perubahan aturan perundangan tentang pesantren. Ia juga menambahkan, bahwa kasus kekerasan yang terjadi di pesantren merupakan permasalahan dan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya, RMI PWNU DIY berinisiasi merumuskan model pesantren ramah anak dan perempuan di kalangan pesantren NU. Hal ini dengan langkah awal melakukan FGD Tahap I. Kegiatan FGD ini bertujuan untuk menggali berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di pesantren beserta penyebab dan tawaran solusinya.
Senada dengan yang disampaikan KH. Nilzam Yahya, KH. Afif Muhammad selaku ketua Yayasan Ali Maksum mengungkapkan keprihatinan atas beberapa kasus kekerasan di pesantren. Para pengelola pesantren harus bahu-membahu untuk memberikan pemahaman dan mitigasi supaya kejadian kekerasan ini tidak terjadi lagi. Pesantren sudah tidak dianggap sebagai lembaga pendidikan pribadi, terlebih pemerintah sudah mengeluarkan aturan perundangan mengenai pesantren ramah anak. Ketidakpahaman pengelola pesantren terhadap aturan tersebut dapat mengakibatkan pengelola dianggap lalai dalam memenuhi dan melindungi para santri yang dititipkan di pesantren.
Sebelum dilakukan kegiatan diskusi yang selanjutnya dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok para gus dan kelompok para ning, Dr. Maya Fitria selaku koordinator program perumusan model pesantren ramah anak dan perempuan RMI PWNU DIY memberikan pengantar kepada para peserta diskusi. Dalam arahannya, ia menegaskan bahwa RMI PWNU DIY benar-benar memperhatikan permasalahan ini. Agenda perumusan model pesantren ramah anak tidak hanya akan dilakukan saat ini saja. Sebelumnya, pemberian edukasi kepada para lurah pesantren tentang hal ini telah dilakukan. Kegiatan ini akan terus berlanjut sampai rumusan dan panduan teknis tentang pesantren ramah anak dan perempuan di bawah RMI PWNU DIY terwujud. Sebelum FGD berlangsung, konselor psikologi dari KPAI Kota Yogyakarta Siti Darojati menambahkan, bahwa pembahasan tentang ramah anak hendaknya meliputi dua hal, yaitu pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Jangan Lewatkan: 9 Rekomendasi Pertemuan JNPK-NU II pada 11 Agustus 2024 di Yogyakarta
Kegiatan diskusi berlangsung dengan sangat menarik. Para peserta berasal dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda, meski memiliki kesamaan sebagai penerus Kyai di pesantren masing-masing. Dari hasil FGD, diperoleh banyak wacana baru tentang berbagai permasalahan di pesantren, penyebab serta solusi yang bisa ditawarkan. Salah satu hal yang perlu digarisbawahi sebagai mitigasi adalah bahwa pesantren perlu bekerja sama dengan berbagai pihak. Beberapa penyebab terjadinya kekerasan tidak hanya berasal dari keterbatasan pengelolaan pesantren, melainkan dari banyak faktor eksternal. Faktor itu adalah termasuk latar belakang budaya dan nilai yang dianut oleh keluarga maupun lingkungan asal para santri. Kegiatan ini diakhiri dengan pleno hasil diskusi dari dua kelompok. Pertama disampaikan oleh Ning Dr. Nurunniyah dari Pesantren An-Nasyath Mlangi dan kedua Gus Najib dari PP. Nurul Ishlahiyyah, Sleman. Selanjutnya, dalam penutupnya, KH. Nilzam menyampaikan ucapan terima kasih kepada para peserta yang aktif dalam kegiatan ini serta menyampaikan rencana tindak lanjut hasil FGD berikutnya.