Muh Koyim
Pandemi Covid-19 babak belur pedagang pantai Congot Kulonprogro. Pantai Congot berada di desa Jangkaran Kapanewon Temon Kabupaten Kulon Progo yang terletak di sebelah selatan bagian Barat Daerah Istimewa Yogyakarta. Bibir pantai Congot berada di sebelah barat Pantai Glagah. Pantai ini masih banyak nelayan yang itu didominasi oleh warga sekitar sebagai mata pencaharian sehari-hari. Pantai tersebut juga merupakan muara dari Sungai Bogowonto yang hilir sungai tersebut berada di daerah Wonosobo. Nama congot sendiri sudah ada sejak dulu. Di tahun 1950an Jangkaran- Congot masuk dalam daftar tourisme Kabupaten Kulonprogo. Dalam sebuah catatan tourisme, nama congot berkaitan dengan nama-nama di daerah tersebut di antaranya Nglawang dan Ngelak.
Dalam daftar tersebut meriwayatkan bahwa nama-nama tersebut muncul ketika Pangeran Trunojoyo mengejar Pangeran Amangkurat yamg melarikan diri ke arah barat. Ketika menyusuri jalan pesisir pantai diiringi dengan tentaranya, rombongan tersebut menjumpai desa pertama kali di dekat sungai Bogowonto lalu desa tersebut diberi nama Nglawang. Terus rombongan tersebut melanjutkan perjalanannya ke utara karena masih dalam pengejaran di situ para tentara merasa haus (baca: Ngelak) lalu desa tersebut dinamai Ngelak itu sendiri.
Jangan Lewatkan Baca Juga: Hati yang Selalu Merindukanmu
Selanjutnya, dilihat dari sumber DPAD Daerah Istimewa Yogyakarta, para tentara Amangkurat tersebut akan melanjutkan perjalanan akan tetapi terhalang oleh Sungai Bogowonto, karena kondisi air sungai yang deras mereka takut akan menyeberang. Pangeran menyuruh salah satu prajurit untuk mencari bagian sungai yang dangkal, jika sudah mendapatkan disuruh memberi tanda patok. Patok-patok tersebut terlihat dari tepi sungai dalam bahasa jawa “Tjongot-tjongot” dan akhirnya daerah tersebut diberi nama Congot.
Tidak jauh dari pantai Congot, terdapat sebuah tempat ritual Gunung Lanang yang setiap tahun mengadakan upacara adat larungan. Acara tersebut diadakan tepat di tanggal 1 Suro. Di malam harinya diadakan pentas Wayang kulit, lalu esok harinya diadakan larungan di Pantai Congot.
Pandemi Covid-19 dan Kawasan Wisata Pantai Congot
Pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia. Dalam bidang pariwisata sendiri, tentu juga sangat berpengaruh. Dengan berlakunya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), maka akan berpengaruh terhadap jumlah pengunjung dan pendapatan retribusi di kawasan wisata. Dengan berkurangnya pengunjung juga berpengaruh terhadap penghasilan para pedagang yang ada di kawasan wisata tersebut.
Pantai Congot yang ditetapkan oleh Dinas Pariwisata sebagai kawasan wisata tentu tidak luput juga dari dampak Covid-19. Pantai Congot sendiri banyak mengalami perubahan dikarenakan lokasi wisata tersebut sekarang berada di selatan Bandara Yogyakarta Internasional Airport (YIA). Sebelum adanya Covid-19, kawasan ini terkendala dengan adanya pembangunan bandara, setelah bandara mulai beroperasi, justru terkendala dengan adanya Covid-19.
Jika dilihat dari data yang ada, adanya bandara di dekat pantai Congot tersebut menaikan tingkat pengunjung ke kawasan wisata tersebut, yakni di tahun 2020 menjacapi 70an ribu pengunjung. Selain menikmati pemandangan pantai, wisatawan dapat juga melihat naik dan turunnya pesawat. Tentu itu menjadi suatu nilai tersendiri bagi kawasan wisata Congot.
Respon Pedagang di Kawasan Pantai Congot
Pandemi yang sudah hampir 3 tahun ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan pedagang di kawasan Pantai Congot. Menurut mbak Dwi Riauwati (salah satu pedagang di sana) mengatakan Pantai Congot sebelum ada bandara pengunjung sudah banyak, setelah adanya proyek bandara pengunjung mulai surut dikarenakan akses jalan masuk ke pantai rusak digunakan keluar masuknya kendaraan proyek dan alat berat. Selain itu, jalan juga berdebu dan banyak mateial. Menurutnya, menurunnya pengunjung itu dirasakan hampir 1 tahun, sejak 2021 lalu.
Dengan kondisi yang sudah seperti itu ditambah dengan adanya Covid-19. Mbak Dwi mengatakan dari awal pandemi banyak pedagang yang tutup karena kawasan juga ada penyekatan portal oleh warga sekitar. Mbak Dwi sendiri tutup kurang lebih 1 tahun, selama kawasan tutup ada bantuan sembako dari Dinas Pariwisata. Ketika PPKM awal selama 3 bulan di tahun lalu, sebagian para pedagang mulai jualan walau penghasilan tidak seperti sebelumnya. Mereka hanya menggantungkan dari penghasilan para nelayan, pemancing dan pekerja proyek pembuatan pemecah ombak agar tidak terjadi abrasi.
Dari sulitnya mencari rejeki di pantai Congot akibat pandemic Covid-19, sebagian pedagang tersebut beralih profesi sebagai pekerja proyek. Ada juga yang bekerja di tambak udang. Untuk pantai Congot sendiri, sejak pandemic retribusi tidak dipungut biaya, sehingga masyarakat umum tetap bisa masuk kawasan dikarenakan jalan terbuka untuk akses proyek. Maka dari itu, kurang lebih mulai akhir 2021, sudah banyak pedagang yang mulai buka dan pengunjung sudah mulai ramai kembali. Dengan harapan adanya pembukaan tersebut, diharapkan pantai Congot yang sejak adanya bandara internasional baru ini akan menjadikan daya tarik wisatawan, baik lokal dan internasional.
Muh Koyim, Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IIQ An Nur Yogyakarta