KH. Heri Kuswanto
1) Pada bulan Sya’ban, Nabi Muhammad melakukan puasa sunah lebih banyak dibandingkan bulan lainnya. HR Bukhari dan Muslim: Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sunah di bulan lain sebanyak pada bulan Syaban.
2) Syekh Wahbab al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu
قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد
“Ulama mazhab Syafi’i mengatakan,
(a) puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, (b) kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan:
- puasa dahar,
- puasa daud,
- puasa Senin-Kamis,
- puasa nazar,
- puasa qadha’ (wajib, sunnah)
- puasa kafarah, dan
- melakukan puasa setelah Nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari Nisfu Syaban.
Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati Nisfu Syaban janganlah kalian puasa’. Hadis ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif.”
3) Ulama melarangnya karena :
- dianggap hari syak (ragu),
- karena sebentar lagi bulan Ramadan tiba.
- Khawatirnya, sampai tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadan.
- agar bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan Ramadan.
4) Meskipun dilarang, ulama dari mazhab Syafi’i pun tetap memperbolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya seperti mengerjakan:
- puasa senin dan kamis,
- puasa ayyamul bidh,
- puasa nazar,
- puasa qadha, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahar.
5) Selain mazhab Syafi’i, hadis tsb dianggap lemah dan munkar, karena ada perawinya yang bermasalah.
- sebagian ulama tidak melarang puasa setelah Nisfu Syaban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadan.
- Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari
وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر
“Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Syaban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah Nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadis tersebut munkar”
6) Meski berbeda pendapat, tapi mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya.
KH. Heri Kuswanto, Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo, A’wan Syuriah PWNU DIY sekaligus dosen IIQ An Nur Yogyakarta.
1 komentar