Sisi Gelap Perayaan Tahun Baru Masehi

Literasi, Opini432 Dilihat

Sisi Gelap Perayaan Tahun Baru Masehi

Aniyatul Muzdalifah

Perayaan tahun baru Masehi, yang jatuh pada 1 Januari, seringkali dipenuhi dengan kegembiraan dan harapan baru. Namun, di balik perayaan tersebut, terdapat sisi gelap yang patut dicermati. Kita telisik aspek sejarah, budaya, dan dampak sosial yang seringkali terabaikan.

Jangan Lewatkan: Merampok Rakyat dengan PPN 12%, Senator asal DIY: Darurat GBHN!

Secara historis dan budaya, kita bisa membaca perayaan tahun baru Masehi yang memiliki akar tradisi paganisme Romawi. Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun baru untuk menghormati dewa Janus, yang melambangkan permulaan dan transisi. Sejarah ini menunjukkan bahwa perayaan ini bukan sekadar tradisi modern, tetapi juga berkaitan dengan ritual yang memiliki konotasi religius dan spiritual bagi masyarakat Romawi kuno.

Seiring berjalannya waktu, perayaan ini telah mengalami komodifikasi yang signifikan. Dari semula memiliki makna religius, kini banyak orang merayakannya dengan cara yang lebih sekuler dan konsumtif. Kegiatan seperti pesta kembang api, konser musik, dan perayaan besar-besaran seringkali mengalihkan fokus dari makna spiritual ke aspek hedonisme.

Efek Sosial dan Moral

Perayaan tahun baru dapat menyisakan dampak sosial dan moral. Hal itu sangat mudah kita temukan dalam perayaan yang seringkali disertai dengan perilaku negatif seperti pesta pora, alkoholisme, dan kekerasan. Banyak laporan menunjukkan peningkatan insiden kriminalitas selama malam tahun baru, termasuk kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh alkohol. Ini menunjukkan bahwa meskipun perayaan untuk merayakan awal baru, banyak yang terjebak dalam perilaku merusak. Suasana ramai dan bising dari perayaan tahun baru dapat menyebabkan stres bagi orang yang lebih suka ketenangan. Polutan udara yang dihasilkan dari petasan dan kembang api, seperti karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), dan sulfur dioksida (SO2), dapat meningkatkan risiko gangguan pernapasan. Malam tahun baru merupakan salah satu waktu paling berisiko untuk berkendara.

Dalam konteks Islam, banyak ulama melarang perayaan tahun baru Masehi karena dapat menyerupai ritual non-Islam dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Khususnya, tindakan-tindakan yang melanggar syariat agama. Mereka berpendapat bahwa mengikuti tradisi ini dapat mengarah pada pengabaian nilai-nilai spiritual dan moral yang bernilai luhur.

Jangan Lewatkan: Harmoni Agama dan Sains: Mencari Kesadaran yang Lebih Holistik

Sisi gelap dari perayaan tahun baru Masehi mencerminkan kompleksitas budaya dan sosial yang menyertainya. Dari akar sejarahnya yang pagan hingga dampak negatif pada masyarakat modern, penting untuk menyadari bahwa tidak semua aspek perayaan berdampak positif. Masyarakat perlu merenungkan cara merayakan yang lebih bermakna dan sesuai dengan nilai-nilai ketimuran bagi bangsa Indonesia, agar tidak terjebak dalam siklus perilaku negatif yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Aniyatul Muzdalifah, Tendik TK Mekar Insani Terpadu Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *