Salman Rusydi Anwar
Ustadz muda, tampan dan parlente ini memang fenomenal. Di awal kemunculannya, ia menjadi magnet anak-anak muda yang rindu akan suasana dakwah yang tidak melulu bicara soal dalil istinja’ tapi juga visioner. Apalagi sang Ustadz membawa metode baru tentang cara paling sahih keluar dari kubangan kemiskinan.
Memang siapa mau hidup miskin. Sang Ustadz sendiri terang-terangan bilang kalau dia bosan miskin. Namun untuk bisa segera kaya, bisa segera punya mobil lebih bagus dan rumah yang lebih mentereng kan tidak harus jadi kuli dulu, tidak harus jadi pedagang es di terminal bis sebagaimana konon katanya sang Ustadz melakoninya.
Ada cara yang lebih terhormat dari semua itu, yaitu dengan sedekah. Dengan sedekah, hartamu akan bertambah berkali-kali lipat. Jangan pernah ragu bahwa siapa saja yang meminjamkan hartanya kepada Tuhan, maka Dia pasti akan mengembalikan pinjaman itu dengan sekian bonusnya. Manusia mana yang tidak tergiur dengan metode ini.
Jangan Lewatkan Baca juga Esai Salman Rusydi Anwar: Dari Mudik Horizontal ke Mudik Vertikal
Kalau sekarang sang Ustadz mendapat gugatan sana-sini, dilaporkan sana-sini dengan tuduhan penipuan, ya anggap saja itu cobaan. Kata sang Ustadz sendiri, anggap saja semua itu sebagai pupuk. Dengan jawaban semakjleb itu, bagaimana mungkin saya tidak mencintai Ustadz.
Di seantero Nusantara ini, mana ada Ustadz yang mampu menarik sedekah sampai bermiliar-miliar atau bahkan triliunan seperti itu. Tidak ada. Hanya dia seorang. Dengan retorika dakwahnya yang kekinian dan kefasihannya melantunkan ayat suci, orang-orang tak keberatan memberikan mobilnya, uangnya, perhiasannya sembari mereka berharap bahwa besok atau lusa Tuhan akan mengutus petugas dealer, karyawan bank dan pemilik toko emas untuk mengantarkan paket balasan atas pemberian mereka dengan jumlah berlipat ganda.
Dan kalau sekarang orang-orang mulai melampiaskan kekesalan mereka kepada Ustadz karena merasa belum mendapatkan balasan dari Tuhan atas sedekahnya, bagi saya ya wajar. Memangnya Tuhan punya kantor pengaduan dan petugas penerima surat gugatan. Tidak, kan. Satu-satunya yang mesti digugat ya memang Ustadz, karena dialah yang kerap menyerukan “Tuhan suruh ente sedekah, dan jangan khawatir, Dia pasti balas sedekah ente berlipat-lipat.”
Ambil Saja Kesempatan: Loker Guru Bahasa Jepang
Ustadz mengajak jamaahnya sedekah, itu bagus. Yang kurang tepat mungkin adalah ketika dia memverbalisasikan makna berlipat gandanya pahala balasan sedekah dengan benda-benda, laba materi, keuntungan finansial. Bagaimana mungkin diverbalisasikan begitu, toh urusan itu mutlak urusan Tuhan. Kalau saya sedekah sejuta, lalu Tuhan balas dengan sehatnya keluarga, atau Dia balas saya dengan ‘senyuman dan pandangan’ penuh rida dan rahmat pada saya, saya mau apa. Terserah Dia saja kan.
Keterserahan Tuhan untuk membalas berdasarkan kehendakNya ini yang seakan-akan hendak didetil-detilkan oleh Ustadz. Sang Ustadz seperti memastikan kalau orang sedekah mobil Avanza, balasannya Alpard. Kalau Tuhan berkehendak begitu maka tak ada yang mustahil memang. Tapi apakah harus selalu demikian hitung-hitungan balasan sedekah? Inilah bagi saya yang terlewati oleh Ustadz.
Memang ada contoh kasuistiknya, bahwa seseorang sedekah 100 ribu, besoknya dibalas 100 juta. Tapi tetap saja berlaku satu hukum bahwa dua orang atau lebih melakukan satu amal yang sama persis, balasannya untuk mereka tidak mungkin sama. Karena itu Tuhan pakai ungkapan, yudhāifu liman yasyā Dia lipat gandakan bagi siapa saja yang Dia kehendaki.
Sekaliber Rasulullah Saw, ketika menawarkan kesempatan sedekah kepada Abu Bakar dan Abu Bakar pun memberikan semua pundi-pundi kekayaannya, Rasulullah tidak memastikan bahwa ratusan ekor unta yang diberikan Abu Bakar besok akan diganti ribuan ekor unta oleh Tuhan.
Ikuti: Beasiswa Dalam dan Luar Negeri
Rasulullah Saw justru mengajarkan pentingnya menghilangkan embel-embel balasan material bagi siapa saja yang ‘bertransaksi’ dengan Tuhan agar muatan cinta seorang hamba kepada Tuhannya tidak terhalang oleh embel-embel tadi.
Tapi kenapa Ustadz sendiri dengan begitu yakin bahwa yang sedekah Avanza besoknya akan dibalas Alpard sehingga penarikan sedekah itu seperti sebuah penodongan dan paksaan. Nah, di sinilah saya mulai migrain.
Salman Rusydi Anwar, Pemerhati Sosial Budaya.