Ulat di Sayur, Jangkrik di Tahu: Kualitas Program Makan Bergizi Gratis di Bantul

Bantul, Kabar2400 Dilihat
Ulat di Sayur, Jangkrik di Tahu Menyoal Kualitas Program Makan Bergizi Gratis di Bantul
Foto: Distribusi program MBG

ejogja.ID | Jam istirahat kedua di SMPN 2 Sewon, Bantul, tidak berjalan seperti biasanya. Anak-anak yang semula riang membuka bungkusan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) mendadak terdiam. Di sela sayur dan lauk, tampak ulat kecil bergerak. Di kesempatan lain, butiran mirip telur lalat ditemukan menempel pada hidangan. Bahkan, di hari berikutnya, seekor jangkrik kecil ikut tersaji bersama potongan tahu.

Jangan Lewati: Ruang Kelas Berganti Layar: Anak Jogja Belajar di Tengah Riuh Demo

Kejadian ini bukan insiden tunggal. Kronologi temuan menu bermasalah di SMPN 2 Sewon berlangsung dalam tiga peristiwa terpisah. Pada Rabu, 27 Agustus 2025, siswa menemukan seekor ulat yang sudah ikut termasak di sayur sawi putih. Keesokan harinya, Kamis, 28 Agustus 2025, muncul laporan adanya butiran mirip telur lalat menempel di olahan ikan dori. Puncaknya terjadi pada Selasa pagi, 2 September 2025, ketika seekor jangkrik kecil ditemukan tersembunyi di dalam potongan tahu goreng. Rangkaian kejadian beruntun ini memicu keresahan orang tua, sorotan media, hingga permintaan maaf resmi dari pihak penyedia makanan.

Program dengan Harapan Besar

Program MBG diluncurkan pemerintah sebagai bentuk komitmen meningkatkan gizi anak sekolah. Harapannya sederhana namun krusial: anak-anak tidak hanya mendapatkan pendidikan berkualitas, tetapi juga asupan gizi yang memadai agar siap belajar.

Bagi keluarga, program ini juga menjadi angin segar. Beban biaya makan siang anak berkurang, sementara sekolah bisa memastikan murid-muridnya tidak belajar dalam keadaan lapar. “Programnya bagus, sangat membantu,” kata salah satu wali murid. Namun, kasus di Bantul menunjukkan, niat baik tidak selalu berjalan mulus di lapangan.

Penyedia Minta Maaf

Sorotan publik akhirnya sampai kepada penyedia layanan. Kepala Sekretariat Penyedia Pangan Gizi (SPPG) mengakui ada kelalaian dalam proses pengawasan. Ia menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.

“Kami akui ada kecolongan. Ini akan menjadi evaluasi agar standar kebersihan dan kualitas makanan diperketat,” ujarnya, dikutip dari detik.com.

Jangan Lewati: Barracuda Brutal, Nyawa Ojol Affan Terpental

SPPG menegaskan, mekanisme pengawasan internal akan diperbaiki. Namun, publik sudah terlanjur mempertanyakan bagaimana serangga bisa masuk ke dalam menu yang seharusnya melalui proses dapur terkontrol.

Pemerintah Turun Tangan

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Bantul tak tinggal diam. Mereka menekankan bahwa peristiwa ini tidak boleh terulang. Disdikpora berjanji memperketat pengawasan terhadap dapur mitra penyedia MBG, sekaligus menegaskan pentingnya evaluasi rutin.

“Kami tidak ingin anak-anak menjadi korban dari ketidakcermatan penyedia makanan,” kata pejabat Disdikpora Bantul, seperti dilaporkan haijogja.com.

Langkah ini penting, mengingat kasus serupa bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG yang baru berjalan.

Dilema orang tua dan murid. Bagi orang tua, program MBG ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, program ini jelas membantu. Anak-anak mereka mendapatkan makanan tanpa tambahan biaya, dengan rancangan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi harian. Namun, di sisi lain, temuan ulat, telur lalat, dan jangkrik menimbulkan rasa waswas.

“Kalau sudah begini, anak-anak jadi enggan makan. Padahal tujuan program ini kan agar mereka lebih sehat,” kata seorang wali murid dalam wawancara dengan media lokal.

Di sekolah, sebagian siswa memilih berhati-hati saat membuka makanan. Beberapa bahkan ragu melanjutkan makan setelah temuan itu. Situasi ini menimbulkan pertanyaan: apakah program yang awalnya untuk menyehatkan justru bisa menimbulkan masalah baru?

Belajar dari Kasus Bantul

Kasus SMPN 2 Sewon memberikan pelajaran penting. Bahwa program sosial sebesar MBG tidak hanya soal distribusi anggaran dan menu, tetapi juga tentang rantai pasok, standar dapur, pengawasan kualitas, hingga transparansi.

Jangan Lewati: Bukan Ijazah Palsu, Nama Besar UGM Tercoreng Skandal Stem Cell Ilegal di Magelang

Jika tidak ada pengawasan ketat, kasus serupa bisa terulang di sekolah lain. Bahkan, bisa berisiko lebih serius terhadap kesehatan siswa. Karena itu, publik menunggu apakah pemerintah daerah dan penyedia berani melakukan reformasi menyeluruh—bukan sekadar pernyataan maaf.

Menjaga Kepercayaan

Pada akhirnya, program MBG berdiri di atas dua fondasi: niat baik pemerintah dan kepercayaan publik. Niat baik sudah jelas, tetapi kepercayaan harus berbarengan dengan kerja nyata. Di meja makan sekolah, anak-anak tidak hanya butuh gizi, tapi juga rasa aman.

Ulat di sayur dan jangkrik di tahu mungkin hanyalah insiden lokal. Namun, bila tidak segera teratasi, ia bisa menjadi simbol rapuhnya program besar yang seharusnya membawa kebaikan.

Pasang iklan di ejogja.ID, klik: Pasang Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *