
ejogja.ID | Magelang, yang biasanya sunyi di pagi hari, mendadak bergema—bukan oleh riuh anak-anak sekolah, melainkan bisik gelap praktik medis terlarang. Di sebuah rumah sederhana di Potrobangsan, aparat mengungkap operasi terapi sel punca ilegal bernilai Rp 230 miliar. Pelakunya: seorang dosen UGM yang selama ini dikenal di ruang akademik, tapi diam-diam menjalin dualitas hidup—antara kampus dan klinik gelap.
Jangan Lewati: Awan Panas di Senayan: Saat Massa Menantang Gedung Parlemen
Seperti Dokter Hewan Biasa
Ketika media menelusuri lokasi praktik, hanya tampak papan kecil bertuliskan Praktik Dokter Hewan dan pintu tertutup rapat. Tidak ada tanda-tanda klinik canggih. Warga sekitar pun mengira sang dokter hanya menangani hewan. Mereka tak menyadari, di balik pintu itu berlangsung terapi untuk manusia—berjalan tertutup, nyaris tak terendus publik.
Risiko Terapi Sel Punca Ilegal
Tak semua terapi sel punca sama. Secara hukum, produk ini masuk kategori ATMP (Advanced Therapy Medicinal Products), yang wajib mengantongi izin edar dan uji klinis menyeluruh—sesuai UU No. 17/2023 dan Peraturan BPOM No. 8/2025.
Jangan Lewati: Maknyus! Profil 5 Kampus NU Terakreditasi Unggul BAN-PT
“Tanpa jaminan keamanan dan efikasi, stem cell ilegal berpotensi menimbulkan infeksi, penurunan kualitas sel, bahkan sel hewan bisa tumbuh dalam tubuh manusia,” ujar dr. Tri Kurniawati dari RSCM. Karena itu, laboratorium sel punca wajib bersertifikat cGMP (current Good Manufacturing Practices) dan terdaftar di BPOM.
Efek Klinis yang Mengintai
Dalam konferensi pers di Jakarta, 27 Agustus 2025, Prof. Taruna Ikrar menjabarkan bahaya nyata dari suntikan produk ilegal: “Risikonya bisa berupa kontaminasi bakteri atau virus yang berujung sepsis. Tubuh bisa diserang dari dalam, menyebabkan gagal ginjal, gagal jantung, gangguan hati, bahkan kematian dalam hitungan hari.”
Izin, Sanksi, dan Etika Akademik
Yuda Heru Fibrianto (YHF), dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM, telah ditetapkan sebagai tersangka atas praktik tanpa izin ini. UGM menegaskan fasilitas kampus tidak digunakan dan sementara menonaktifkan YHF, seraya menghormati proses hukum.
Jangan Lewati: Dari Zakat untuk Petani Bawang: Harapan Baru dari Pesisir Bantul
BPOM kini memperketat regulasi ATMP. Hukuman bagi pelanggar berat: penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp 5 miliar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 435 UU Kesehatan. Meski demikian, YHF tetap berhak atas asas praduga tak bersalah hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Ketika Harapan dan Etika Bertabrakan
Terapi sel punca memang jadi harapan baru bagi dunia medis, dari luka kronis hingga penyakit degeneratif. Namun di tangan yang salah, harapan itu berubah jadi petaka. Kasus YHF menjadi pengingat bahwa dalam ilmu kesehatan, etika, regulasi, dan bukti ilmiah adalah tiga pilar yang tak terpisahkan—tanpa kompromi.
Pasang iklan di ejogja.ID, klik: Pasang Iklan