Seputar Pendidikan #36
Aldi Hidayat
Valentine adalah hari kasih sayang. Disebut demikian, karena pada hari ini, segenap pasangan di seantero penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia, melampiaskan kemesraan. Tidak hanya pasangan suami-istri, pasangan pacaran pun ikut meramaikan. Bahkan, boleh jadi pasangan pacaran lebih vulgar dalam mengekspresikan kemesraan. Pasalnya, di Indonesia, pacaran masih tersekat oleh seperangkat norma dan kepantasan. Karena itu, hubungan mereka belum seleluasa hubungan suami-istri. Karena tidak leluasa, akhirnya banyak tumpukan keinginan yang terpendam. Semakin terpendam, maka ia menjelma bom waktu yang menunggu momentum segar untuk meledak. Dan hari Valentine adalah momen itu secara mutlak.
Berbicara Valentine, penting penulis kupas sekilas sejarahnya. Ini penting agar pemuja Valentine tidak sekadar seremonial, tetapi juga tahu sejarah. Dengan begitu, pengetahuan mereka tidak sebatas sensasional, tetapi berbobot substansial. Meski demikian, tulisan ini tidak memosisikan diri sebagai pendukung Valentine. Tulisan ini hanya sindiran literatif terhadap mereka yang surplus kemesraan, defisit pengetahuan dan wawasan. Sindiran dimaksud tidak bermaksud menjatuhkan, karena sindiran adalah wujud lain dari kasih sayang. Tanpa sindiran, seseorang akan terus merasa benar, sehingga potensi menjadi Tuhan terbuka lebar. Tentu takkan ada siapa pun mau menuhankan sesama ciptaan kecuali dalam sebagian kasus di mana suatu pihak menularkan sugesti habis-habisan. Pada akhirnya, pihak tersebut dituhankan.
Jangan Lewatkan Baca Juga: Sangek Berkedok Sayang di Hari Valentine
Valentine sebenarnya nama pendeta Romawi. Nama lengkapnya Valentine de Terni. Sebagai pendeta, ia biasa dipanggil Santo Valentine. Suatu ketika, dia pernah menikahkah anggota militer dengan kekasihnya secara diam-diam. Rahasia ini pun terbongkar. Kaisar Claudius II, selaku raja Romawi kala itu menilai ini sebagai kriminal. Pasalnya, menikahkan anggota militer akan mengganggu konsentrasi si militer dalam perang.
Akhirnya, Santo Valentine dijebloskan ke penjara. Di penjara, Valentine mendapat tantangan dari sipir bernama Asterius. Asterius menantangnya untuk menyembuhkan putrinya yang bernama Julia yang terlahir buta. Tantangan pun diterima. Melalui mantra-mantra, Valentine akhirnya bisa menyembuhkan sang putri sipir di muka. Gegara keberhasilannya, sang sipir memeluk Kristen lalu sembunyi-sembunyi membebaskan Valentine. Kebebasan Valentine terendus ke hidung istana. Akhirnya, Claudius II menangkap dan menjatuhkan hukuman penggal kepala. Bertepatan putaran kalender 14 Februari 271 M, Valentine meregang nyawa. Sebelum ajalnya tiba, Valentine sempat menuliskan surat untuk Julia. Jika diterjemahkan ke Indonesia, surat itu “Dari Valentinemu” tajuknya. Surat ini berisi ungkapan asmara. Barangkali dari perpisahan kasmaran yang memilukan itulah, Paus Roma Gelasius pada abad 5 Masehi menetapkan 14 Februari sebagai hari Valentine. Cukup mengharukan.
Baca Juga: Lomba demi Pariwisata Berkualitas
Pertanyaannya, bagaimana hari ini bisa mendunia? Secara sederhana, kita bisa pojokkan ke Inggris. Pasalnya, Inggris merupakan bahasa dunia. Sebagai bahasa dunia, tentu Inggris akan mengekspor budayanya. Apa hubungannya dengan Romawi? Romawi pernah menjejakkan kaki sebagai penjajah di tanah Inggris atau Britania. Tak heran, 50 persen bahasa Inggris adalah serapan dari bahasa Latin, selaku bahasa resmi imperium Romawi. Sangat mungkin, hari Valentine pun merasuk ke relung-relung budaya Inggris. Lalu apa hubungannya dengan mendunia? Menurut H.G. Wells dalam karyanya A Short History of the World, Inggris adalah negara penjajah tersukses. Dari sekian banyak negara penjajah asal Eropa, Inggrislah yang banyak menguasai negara-negara di dunia. Ini karena penjajahan Inggris mirip kerja sama, sehingga negara jajahan merasa tidak dijajah, padahal sebenarnya diperas tanpa sadar. Dari itu, Inggris mudah mengemuka sebagai bahasa dunia untuk kemudian menduniakan budayanya. Itu karena bahasa adalah simbol budaya. Dari situlah, Valentine akhirnya mendunia.
Mau Ikut Lomba? Raja Lomba #solusiprestasimu
Demikian sekapur sirih sejarah Valentine. Pertanyaannya, apakah hari Valentine murni kasih sayang atau sangek yang berkedok sayang? Cinta memang tidak bisa dilepaskan dari hubungan badan. Hanya saja, penulis akan mengkajinya berdasarkan norma etis Indonesia. Di Indonesia, hubungan badan di luar nikah masih dianggap tabu. Karena itu, hubungan badan sebenarnya tidak identik dengan cinta, melainkan nafsu. Meski begitu, norma etis ini tidak sekadar budaya. Ini bisa diperluas lagi. Caranya ialah mempertanyakan apa bedanya nafsu dan cinta? Gampangnya, nafsu itu ingin menikmati, sedangkan cinta ingin menyayangi.
Nafsu membuat seseorang akan memperlakukan pasangannya, “Habis manis, sepah dibuang”. Cukup dicari nikmatnya saja. Setelah itu ditendang. Cinta tidak demikian. Cinta lebih kepada menyayangi, mengayomi, melindungi, menghargai dan mendukung pasangan meraih cita-cita yang terpatri. Kalaupun ada hubungan badan, yang demikian bukan prioritas utama, melainkan pelengkap paten saja. Tak heran, pencinta takkan terbius oleh rayuan di luar sana, sekalipun lebih memesona, karena cinta itu identik dengan ketulusan dan kesetiaan. Sebaliknya, nafsu selalu mengincar yang jelita atau tampan. Ketika mendapati yang lebih memesona, maka nafsu akan putar haluan menuju ke arah sana. Artinya, jika memang Valentine adalah hari kasih sayang, seharusnya yang terjadi bukan hubungan badan. Paling tidak pergi ke tempat indah sembari menyenandungkan sanjungan. Setelah itu, bangun rencana menuju masa depan. Nyatanya, senandung sanjungan tentu masih ada. Akan tetapi, apa yang terjadi kemudian?
Cari Info Kuliah? PMB Jogja
Dilansir dari Tempo, bertitimangsa 14 Februari 2021, penjualan alat-alat seksual meningkat drastis pada hari Valentine. Di Yogyakarta misalnya, penjualan alat kontrasepsi dan tes kehamilan meningkat 300 persen. Di apotek yang berdekatan dengan perguruan tinggi, penjualan kondom sekitar 5-15 unit setiap hari. Menjelang Valentine bergelegar, penjualan kondom melonjak 50-100 unit. Rata-rata kondom yang dibeli ialah merek lokal, seperti kondom Sutra seharga Rp. 3-4 ribu. Kondom terlaris kedua adalah kondom berasa buah, seperti Fiesta seharga Rp. 6 ribu. Kondom terlaris berikutnya ialah kondom impor bermerek Durex seharga Rp. 12 ribu. Sementara itu, alat penguji kehamilan mengalami peningkatan dalam penjualan. Maklum, harganya juga murah, yaitu Rp. 3 ribu. Tes pack dalam sehari bisa laku 5-10 unit.
Suka Tulis Genre Ilmiah? Ini Info Kirim Tulisan Call for Papers
Hampir satu dasawarsa sebelumnya, tepatnya 2013, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pernah melaporkan tingkat perilaku mesum muda-mudi Indonesia. Hanya saja, ini tidak terbatas pada hari Valentine, tetapi meluas ke hari apa saja. Laporan itu mewartakan bahwa remaja Indonesia usia 12-18 tahun, 97% dari mereka pernah menonton film porno, 93% dari mereka pernah melakukan tindakan seksual, 62,7% gadis sudah kehilangan keperawanan dan 21% gadis telah berani menggugurkan kandungan (aborsi). Apakah di hari ini, jumlah perzinaan berkurang? Kalau menurut futurologi (ilmu masa depan) ala Ziauddin Sardar dalam bukunya Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, mengubah suatu keadaan yang mengakar butuh waktu minimal 1 generasi alias 50 tahun. Jadi, potensi zina di Valentine saat ini tentu masih tinggi.
Persoalannya, apakah hubungan badan itu sangek atau sayang? Sangek itu hasrat bersenggama, terlepas apa motifnya. Sayang itu ekspresi memberi, bukan menikmati dan tidak tertentu pada hubungan badan. Tingginya hubungan badan di luar pernikahan di kalangan orang yang pacaran, khususnya pada hari Valentine adalah cerminan sangek, bukan sayang. Kalau memang sayang, mengapa tidak diarahkan pada hal yang lebih produktif dan edukatif? Bukankah sayang identik dengan pendewasaan, bukan pemujaan terhadap kenikmatan? Akhirnya, demikian. Wallahu A’lam.
Aldi Hidayat, Santri Kutub Yogyakarta