UGM Dukung Penghapusan Premium dan Pertalite

Kabar, Sleman113 Dilihat

ejogja.ID – Pemerintah berencana menghapus penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memiliki angka oktan rendah, yaitu Premium dan Pertalite. Prof. Deendarlianto, selaku Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengapresiasi rencana ini. “Kalau mengacu pada perencanaan energi nasional ke depan, saya pikir rencana pemerintah untuk mulai menghilangkan secara perlahan-lahan Premium dan Pertalite cukup baik,” ucapnya dalam keterangan tertulis pada hari Kamis, 30/12/2021. Ini menunjukkan bahwa, salah satu lembaga UGM dukung penghapusan Premium dan Pertalite.

Menurut Prof. Deendarlianto, bahan bakar beroktan rendah membawa dampak cukup parah bagi lingkungan. Karena itu, bahan bakar ke depan perlu dibatasi pada yang berangka oktan tinggi. Rencana penghapusan ini–tambahnya–dapat menyokong usaha pemerintah meminimalisir emisi, khususnya di sektor transportasi. Walau begitu, Deendar menambahkan bahwa pemerintah mesti terlebih dahulu menyosialisasikan dan meraup dukungan dari masyarakat.

Upaya peralihan pada bahan bakar yang lebih ramah lingkungan sebetulnya dimulai sejak peluncuran Pertalite pada 2015. Deendar menyatakan: “Masyarakat sudah digiring untuk berganti dari Premium ke Pertalite, dan ternyata itu berhasil. Orang-orang mulai sadar akan pengaruh terhadap mesin dan pengaruh terhadap lingkungan juga semakin menjadi pertimbangan.”

Jangan Lewatkan Ambil: Beasiswa Hungaria Program Stipendum Hungaricum 2022

Laporan penjualan BBM menunjukkan bahwa penggunaan Premium semakin berkurang. Ini semakin menegaskan tingkat kesadaran masyarakat terkait pemakaian BBM yang lebih berkualitas. Menurutnya, masyarakat kelas menengah sudah lama menggunakan Pertalite, bahkan Pertamax setelah sebelumnya mengkonsumsi Premium.

“Boleh dikatakan hampir dominan di kendaraan roda empat yang menggunakan Pertalite, sehingga kalau kita ingin menghentikan Premium, saya pikir dalam waktu enam bulan waktu transisi sudah cukup untuk membawa masyarakat ke sana”, tuturnya.

Data konsumsi energi di Indonesia menampilkan, bahwa 39 persen energi masih berbasis minyak. 64 persen darinya dipakai untuk transportasi. Sebagian besar konsumsi energi digunakan untuk transportasi darat dengan angka 90 persen. Lebih lanjut, pemerintah menurut Deendar, perlu memberikan subsidi energi kepada orang, bukan produk tertentu. “Selama ini yang disubsidi bukan orangnya, tetapi barangnya. Dengan penghilangan Premium ke depan, metode subsidi yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah bisa dilakukan dengan pemberian subsidi ke orangnya”, tutupnya sebagai perwakilan dari lemba UGM dukung penghapusan Premium dan Pertalite. (Aldy).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *