Siapa Saja yang Berhak Menerima Zakat? Penjelasan Detailnya

Esai, Literasi159 Dilihat

KH. Heri Kuswanto

  • Istilah:

Muzakki adalah orang yang mengeluarkan zakat

– Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat

  • Dasar

QS At Taubah 60:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Mustahik ada 8 golongan (asnaf):

1)Fakir, yaitu seseorang yang tidak memiliki sumber penghasilan apapun yang disebabkan oleh masalah berat, seperti sakit.

2) Miskin, yaitu seseorang yang memiliki sumber penghasilan, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3) Riqab, yaitu hamba sahaya.

4) Gharim, yaitu orang yang memiliki hutang dan kesulitan melunasinya.

5) Mualaf, yaitu orang yang baru memeluk agama Islam untuk merasakan solidaritas.

6) Fiisabilillah, yaitu pejuang agama Islam.

7) Ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan jauh

8) Amil, yaitu orang yang menyalurkan zakat, (panitia penerima dan pengelola zakat).

Baca Juga:

  • Dibagi merata atau boleh ke sebagian.

Ulama berbeda pendapat;

1) Imam Syafi’i dan sekelompok ulama:

– Wajib meratakan  delapan golongan.

2) Imam Malik dan sekelompok ulama, seperti Umar, Hudzaifah, Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliyah, Sa’id bin Jubair dan Maimum bin Mihron:

– Tidak wajib diratakan.

– Boleh diberikan pada satu golongan saja, walau masih ada yang lain.

– Maksud ashnaf adalah sekedar menyebutkan golongan yang berhak menerima zakat, bukan mesti diratakan

– Dalil Hadits Muttafaqun ‘alaih, Nabi saw bersabda kepada Mu’adz,

فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ.

Ajarkanlah pada mereka bahwa Allah juga mewajibkan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka. Zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya dan dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka.

Bagaiamana kalau Zakat kepada masjid, madrasah, panti atau yayasan?

Dua pendapat

1) Tidak Boleh:

Imam madzab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dalam Bughyatul Mustarsyidin:

– Tidak diperbolehkan rnengeluarkan zakat untuk lembaga sosial, bahkan untuk membangun masjid sekalipun atau atau mengkafani (mengurus) orang mati.

– Abdul Wahhab Asy-Sya’rani.

إِتَّفَقَ الْأَئِمَّةُ الْأَرْبَعَةُ عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوزُ إِخْرَاجُ الزَّكَاةِ لِبِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَوْ تَكْفِينِ مَيِّتٍ

Imam empat madzhab telah sepakat bahwa tidak boleh mendistribusikan zakat untuk pembangunan masjid atau mengafani orang mati.

– Karena zakat itu penyalurannya tidak boleh kecuali untuk orang muslim yang merdeka.

2) Boleh

– Syekh Ali al-Maliki dalam Qurratul ‘Ain.

boleh menyalurkan zakat di sektor sosial yang ”positif” seperti membangun masjid, madrasah, mengurus orang mati dan lain sebagainya.

– Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawiyah perihal pengambilan saham sabilillah yang diperoleh dari zakat wajib dari kalangan orang-orang kaya muslim untuk membantu pendirian sekolah-sekolah dan lembaga-Iembaga keagamaan, maka amalan tersebut menjadi suatu keharusan.

– Tafsir Al-Munir Syeikh al-’Alamah Muhammad Nawawi Al-Jawi : ”sabilillah” sebagai salah satu dari delapan golongan penerima zakat (asnaf) sebagaimana yang tertera dalam al Qur’an mencakup semua sektor sosial (mengkafani mayat, membangun benteng, merehab masjid, dan pembekalan prajurit yang akan berperang serta lainnya yang memuat kepentingan umum umat Islam).

 

KH. Heri Kuswanto, Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo, A’wan Syuriah PWNU DIY sekaligus dosen IIQ An Nur Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar