Muti’atul Chasanah
Isu pelecehan seksual sampai saat ini masih menjadi problem yang belum terselesaikan. Seiring perkembangan zaman, kasus semacam ini justru semakin banyak terjadi sehingga mengancam setiap orang. Bahkan, isu ini telah merambah sampai pada lingkup pendidikan, baik formal maupun nonformal. Institusi Pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, bahkan lembaga pesantren pun tidak lepas dari kasus pelecehan seksual.
Sebut saja, beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini diantaranya Herry Wirawan, pelaku pelecehan seksual terhadap 13 santriwati Boarding School di Bandung, kemudian kasus yang serupa dilakukan oleh kyai kepada santrinya juga terjadi di salah satu Pondok Pesantren di Kulonprogo. Belum lama ini, muncul pula kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh aktivis organisasi terhadap 3 orang mahasiswi di salah satu kampus di Yogyakarta. Sebelumnya, bahkan terjadi kasus pelecehan seksual oleh dosen terhadap mahasiswanya di beberapa kampus.
Jangan Lewatkan Baca Juga: Pengurus Boarding School Perkosa 13 Santriwati, 8 Melahirkan
Tentunya, di antara kasus yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi kasus pelecehan seksual yang belum terungkap sampai saat ini. Kebanyakan kasus belum terdata karena ketakutan korban untuk lapor kepada pihak berwenang. Dengan dalih ancaman dari pelaku, korbanpun memilih bungkam ketimbang melaporkan kejadiannya di ruang hukum.
Cermati Juga: Pelecehan Seksual oleh Oknum Pengasuh di Sentolo Kulon Progo
Bungkamnya seorang korban kekerasan seksual sebenarnya wajar saja terjadi. Di samping karena ancaman dari pelaku, ia pun juga tidak bisa membela diri begitu saja dengan tangan kosong. Untuk membawa kasus sampai ke pengadilan, korban pasti akan dipersulit. Korban pastinya dituntut untuk memberikan sederet bukti yang belum tentu ada, mengingat pelaku pasti sudah berupaya dari awal untuk membersihkan bukti-bukti yang kemungkinan akan menjeratnya ke jalur hukum.
Seringkali kasus semacam ini memang kurang mendapat perhatian serius. Upaya pencegahan dan penanganan baik yang berada di bawah payung hukum ataupun non-hukum masih belum bisa menjawab problematika saat ini. Dari sekian banyak kasus yang terjadi, lagi-lagi di sini perempuanlah yang menjadi korban. Selain harus menanggung beban fisik, mental, psikis, dan sosial di masyarakat, perempuan pun menjadi pihak yang dirugikan ketika ingin membawa pelaku ke jalur hukum.
Jangan Lewatkan Ambil: Beasiswa Dalam dan Luar Negeri
Lalu, bagaimana dengan nasib pelaku? Akankah mereka selalu bisa lolos dari akibat perbuatan mereka? Akankah korban akan selamanya bungkam dan pasrah dengan apa yang terjadi pada mereka? Ke mana hukum selama ini ditegakkan?
Realita saat ini menjawab bahwa pelaku kekerasan dan pelecehan belum mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatan mereka. Dapat kita lihat, hukuman paling berat apa yang jatuh pada pelaku? Selama ini, hukuman hanya sebatas denda dan vonis beberapa tahun penjara. Apalagi, jika sang pelaku merupakan public figure yang terpandang, tentu proses hukum akan dipermudah dan hukuman yang didapat lebih ringan.
Dari berbagai vonis hukum yang ada, tuntutan paling berat ada pada hukuman kebiri dan hukum mati. Namun, penerapan hukuman tersebut terbilang masih jarang karena ada anggapan, bahwa penerapan itu terlalu berat. Untuk memutuskan perkara pelecehan seksual dengan hukum tersebut, pasti akan banyak pihak yang mempertimbangkan. Seperti yang terjadi baru-baru ini, ketika pihak Kejaksaan Tinggi menjatuhkan hukuman mati terhadap Herry Wirawan, Komnas HAM dengan terang-terangan menolak putusan tersebut. Menurut Komnas HAM, hukuman mati tidak sesuai dengan aspek hak yang paling dasar, yaitu hak hidup.
Temukan Lomba Kesukaan Anda di: Raja Lomba #solusiprestasimu
Anggapan Komnas HAM tersebut tentu menuai pro dan kontra di mata masyarakat. Akankah seorang pelaku akan terbebas dari hukuman kebiri dan hukuman mati hanya karena alasan hak asasi dan belah kasihan? Padahal Kelakuan pelaku kekerasan dan pelecehan seksual sangatlah keji dan merugikan banyak pihak, terutama bagi sang korban. Tidak hanya merugikan di era saat ini, justru akan sangat merugikan di saat-saat ke depannya. Karena pelecehan seksual yang disertai kekerasan akan merenggut masa depan dan kehidupan korban itu sendiri. Jadi, hukuman apa yang kiranya setimpal diberlakukan bagi para predator seksual? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Kita lihat saja..!!
Muti’atul Chasanah, Mahasiswi Fakultas Tarbiyah IIQ An Nur Yogyakarta
Klik Puisi Ibu D Zawawi Imron, Suara Asli Penyair Nasional Si Celurit Emas
2 komentar