Penguatan Moderasi Beragama bagi Dosen PAI di PTU

Jogja278 Dilihat

Penguatan Moderasi Beragama bagi Dosen PAI di PTUejogja.id – Dewan Pimpinan Wilayah Persada Nusantara (PERSADA NU) DI Yogyakarta bekerjasama dengan Subdit Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, pada hari Rabu, 21 Desember 2022, mengadakan workshop bertajuk “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berperspektif Moderasi Beragama dengan Pendekatan Student Centered Learning bagi Dosen Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum Yogyakarta”. Bertempat di Hotel Cavinton, workshop menghadirkan 2 narasumber, yakni Hatim Gazali, M.A., Ketua Umum Persada NU sekaligus pemerhati pendidikan agama dan Prof. Dr. Marzuki, M.Ag., guru besar Universitas Negeri Yogyakarta. Hal ini menjadi penguatan moderasi beragama bagi dosen PAI pada PTU.

Dalam sambutannya, Ketua DPW PERSADA NU DIY, K.H. Syarif Hidayatullah, M.Ag., M.A., merasa sangat senang dengan terselenggaranya workshop. Menurutnya, semua elemen masyarakat harus berperan dalam moderasi beragama. Apalagi dosen yang d percaya masyarakat sebagai aktor intelektual dalam peradaban. “Keluarga, sekolah, masyarakat, pemuda dan organisasi adalah ekosistem pendidikan yang harus bersinergi dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama”, imbuhnya.

Jangan Lewatkan, Ambil Kesempatan: Loker Guru MI Nurul Insani Sleman Yogyakarta

Kegiatan workshop ini diikuti kurang lebih 40 dosen PAI yang berasal dari sejumlah Perguruan Tinggi Umum (PTU) di Yogyakarta. Salah satu tujuan diadakannya workshop adalah agar dosen PAI pada PTU mampu menjadi agen penyebar nilai-nilai moderasi beragama di perguruan tingginya dan menginternalisasikan nilai-nilai moderasi beragama ke dalam diri mahasiswa melalui proses pembelajaran di kelas.

Dalam paparannya, Gus Hatim, mengatakan pentingnya menguatkan perspektif moderasi beragama di kalangan dosen PAI pada PTU. Dengan menyitir sejumlah lembaga survei, ia menyebutkan bahwa lembaga pendidikan sangat rentan terpapar ideologi radikalisme.  Hal ini, lanjutnya, antara lain dapat disimak dari Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang menyebutkan 62,4% guru agama menolak untuk pemimpin beda agama, 68% guru agama menolak kepala sekolah beda agama. Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) ini menambahkan, bibit radikalisme di kampus sebenarnya sudah ada pasca reformasi terutama sejak adanya infiltrasi dari organisasi Islam transnasional ke kampus-kampus.

Hatim Gazali lebih lanjut menyatakan bahwa pada dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah masuknya ideologi radikalisme di institusi pendidikan. Salah satunya dengan memasukkan “Profil Pelajar Pancasila” ke dalam kurikulum pendidikan. Tujuannya agar menghasilkan pelajar berkarakter Pancasila, sehingga dapat membentengi diri mereka dari pengaruh radikalisme.

Jangan Lewatkan, Simak: Selamat Tahun Baru | Gus Mus

Sementara itu, Prof. Dr. Marzuki menyampaikan bahwa pembelajaran PAI berwawasan moderasi beragama atau wasathiyyah sangat penting untuk diajarkan di semua jenjang pendidikan. Dalam pandangannya, wasathiyyah menjadi penting karena dapat membentuk mahasiswa muslim yang toleran dan berwawasan multikultural. Guru Besar UNY lebih lanjut memaparkan bahwa doktrin wasathiyyah dapat menanggulangi radikalisme dan intoleransi berlatar agama dan keyakinan.

“Ada 4 indikator moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal. Jika Pendidik mampu mengajarkan nilai-nilai tersebut, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi kasus-kasus ekstremisme yang terjadi di masyarakat”, ujar salah satu Dewan Pakar DPW Persada NU DIY tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *