Kepada Pemilik Tangan

Lanemu296 Dilihat

Oleh Ahmad  Muchlish Amrin

Betapa senangnya bisa memiliki tangan, apalagi sedang berada di depan mereka yang oleh Tuhan tidak diberi. Kesenangannya sungguh tak terbatas.

Dengan tangan setidaknya bisa digunakan untuk makan, meraba, mengelus, memegang, menjambak, memukul, melawan, dan seterusnya. Tergantung pada pribadi pemiliknya.

Bila tangan digerakkan oleh akal sehat dan jiwa murni, tangan akan berperilaku mulia, tinggi, dan terpuji—dalam terminologi kenabian disebut dengan yadul-‘ulya. Perilakunya selalu memberikan ketenangan, kepedulian, dan kebaikan.

Sementara tangan yang dikendalikan oleh rengkuhan energi  ammarah, letupan demon, selalu akan bergerak menyakiti, melukai, memukul, menindas, dan seterusnya. Dalam perilaku sosial tidak jarang kita dengar berita pencurian, perampokan, caci maki yang dilakukan oleh tangan-tangan usil di media sosial.

Pada tahun 1977, penyair WS Rendra sudah menulis puisi berjudul Sajak Tangan:

Tangan petani yang berlumpur,

tangan nelayan yang bergaram,

aku jabat dalam tanganku.

Tangan mereka penuh pergulatan

Tangan-tangan yang menghasilkan.

Tanganku yang gamang

tidak memecahkan persoalan

Jangan Lewatkan Baca Juga: Katakan yang Benar Walau..

Tangan petani yang terlihat kotor, berdebu, berlumpur, masih memiliki manfaat menghasilkan gabah, beras, jagung, sayur-mayur, kedelai, dan semacamnya yang kemudian dinikmati oleh semua orang. Itulah sebabnya, bila kita makan dari beras yang dihasilkan oleh hasil tani para petani kita, sejatinya dalam setiap suap ada keringat mereka. Dan, bila kita makan ikan, udang, cumi-cumi, kepiting dari hasil tangkapan para nelayan; kita sedang bersaksi bahwa mereka mengarungi laut lepas, meninggalkan anak-istri, sebagian dari mereka bisa pulang dengan selamat, sebagian lain apabila naas datang, ombak menerjang, perahu terbalik, mereka dimakan laut, dan pulang sudah menjadi mayat. Itulah sebabnya Rendra menghormati mereka dengan cara mengumandangkan, “Aku jabat dalam tanganku, “.

Bagi Rendra, meskipun ia menjabat tangan-tangan para petani dan nelayan, ia menegaskan bahwa mereka lebih mulia dari dirinya. Rendra tidak gengsi menyatakan bahwa tangan-tangan mereka penuh pergulatan, sementara tangannya yang gamang tidak memecahkan persoalan.

Mencintai dan menghormati tangan kita tentu dengan menjaga sebaik-baiknya; hanya boleh bergerak dan beraksi untuk yang lebih menyenangkan dan menyelamatkan semua orang. Tangan kita adalah tangan kehidupan yang dititipkan Tuhan untuk keluhuran.*

 

Profil Ahmad Muchlish AmrinAhmad  Muchlish Amrin lahir di Sumenep, Madura. Santri Kutub Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar