Kecemasan di Tanah Agraris

Literasi, Opini183 Dilihat

Annas Sholahudin*

Setelah membuka beberapa lembar surat kabar edisi Kamis beberapa hari yang lalu, saya membaca  kabar bahwasanya Kementerian Pertanian (Kementan), akan mendistribusikan pupuk anorganik (kimia) bersubsidi bagi petani yang namanya sudah terdaftar di e-RDKK sesuai dengan pengajuan pemerintah daerah (Pemda). e-RDKK merupakan kepanjangan dari Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok.

Dari situ, saya sempat berpikir, bagaimana dengan petani yang tidak punya akses e-RDKK? Bukankah bulan-bulan terakhir ini petani kesulitan mencari pupuk? Dengar-dengar layanan tersebut juga akan dilaksanakan dengan bertahap.

Untuk bisa mengakses layanan e-RDKK, mereka membutuhkan akses teknologi. Sedangkan banyak petani di desa-desa yang mungkin di atas usia produktif. Artinya mereka awam dengan teknologi. Data dari BPS 2013 menyebutkan, 73% petani di Indonesia, adalah petani yang tidak muda lagi. Mereka sudah tidak berusia produktif untuk berkubang dengan lumpur atau memeras peluh untuk menanam. Lalu saya bertanya-tanya, apakah sistem tersebut relevan dengan keadaan yang saya sebutkan tadi?

Pemuda

Sedangkan pemuda yang mau berkeringat untuk tanam-menanam minim. Banyak pemuda desa setelah tamat dari sekolah menengah memiliki 2 opsi. Opsi pertama, mencari pekerjaan entah itu merantau atau membuka usaha sendiri. Mungkin ada yang melirik pertanian sebagai penghasilan untuk menempa hidup tapi sedikit. Opsi kedua, mereka melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Meskipun telah dibuka jurusan-jurusan yang berkaitan dengan pertanian, tidak sedikit dari mereka yang memilih profesi lain, seolah-olah menjadi petani adalah profesi yang terlalu berisiko untuk merajut kesejahteraan.

Tentu, itu menjadi pekerjaan rumah buat semua elemen masyarakat untuk memunculkan generasi petani muda di Indonesia. Padahal generasi petani muda ini merupakan tulang punggung dari ketahanan pangan nasional di kemudian hari. Jika pemuda ogah-ogahan atau gengsi terhadap profesi petani apa jadinya dengan tanah agraris ini?

Balik lagi ke e-RDKK. Dari layanan berbasis teknologi tersebut, apakah hal itu akan lebih efektif? Apakah kemudian bisa melahirkan petani-petani muda yang produktif? Apakah dengan adanya layanan itu dapat meningkatkan produktivitas produk-produk pertanian? Sebenarnya hal-hal tersebut sangat memungkinkan.

Setiap masa akan selalu berubah, mulai dari budaya, transformasi akses dan aspek intelektual. Mungkin di masa lalu, kakek kita masih membajak sawah dengan tenaga kerbau atau kakek kita sulit menemukan referensi bagaimana cara mengendalikan hama. Tapi itu beda dengan sekarang. Kita lebih mudah mengakses berbagai produk-produk teknologi. Kita sudah jauh dari kata kesulitan mengakses teknologi.

Selain itu saya bertanya-tanya dalam hati, mengapa pupuk anorganik melulu yang didistribusikan? Terus terang saya tidak begitu suka dengan pupuk anorganik karena memberikan efek yang mengerikan pada struktur tanah. Pemberian pupuk anorganik secara berlebihan dan tidak mengombinasikan dengan pemberian dengan pupuk organik, akan menimbulkan residu yang dapat mengenap di dalam tanah.

Pupuk

Penggunaan pupuk anorganik secara jangka panjang akan menimbulkan beberapa faktor yang menurunkan produktivitas pertanian, di antaranya karena menurunnya kualitas struktur tanah yang mengakibatkan menurunnya hasil panen. Dapat menurun bahan-bahan organik di dalam tanah yang  bisa dipastikan akan menurunkan kualitas tanah. Tentunya selain masalah-masalah tersebut juga penting untuk menjaga lingkungan agar kehidupan di dalam tanah (jasad renik) tetap lestari.

Memang pupuk anorganik lebih menjanjikan di awal, karena pupuk organik memiliki unsur dan senyawa yang mudah diserap oleh tanaman tanpa menunggu proses penguraian.  Namun lambat-laun akan mengakibatkan menurunnya unsur hara, hingga kekebalan tanaman akan mudah terkoyak. Dari situ akan banyak penyakit yang menyerang tanaman.

Kita kembali ke permasalahan regenerasi petani muda. Bagaimana permasalahan tersebut bisa dipecahkan? Jangan-jangan dengan adanya sistem e-RDKK merupakan langkah untuk menggaet pemuda untuk melirik dunia pertanian? Saya rasa bukan itu tujuannya, tetapi lebih kepada distribusi pupuk supaya lebih terarah dan tempat sasaran.

Apa sebaiknya pemerintah mendorong para sarjana muda pertanian untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan selama di bangku kuliah. Tidak sedikit sarjana pertanian yang tidak mengaplikasikan ilmunya di lapangan. Hasil penelitian atau jurnal menjadi sia-sia yang akhirnya hanya sebagai tumpukan kertas dan formalitas.

Padahal banyak penelitian-penelitian yang menarik jika terapkan. Misal penggunaan pupuk nabati dari kulit kopi. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa kompos dari kulit kopi dapat meningkatkan hasil panen 10,26%  per 10 ton/hektar yang dilakukan oleh mahasiswa USU Medan.

Harapan

Ada pula penelitian yang menunjukkan pupuk kompos dari ternak sangat baik untuk struktur tanah yang diterapkan oleh mahasiswa UDAYA Bali. Hasilnya menunjukkan bahwa perbaikan tanah menggunakan kompos dari kotoran hewan ternak sangat signifikan membantu penyuburan tanah karena meningkatkan jumlah nitrogen (1,61 %), dan fosfor (5,83 g/kg).

Itu hanya sekelumit dari berbagai penelitian yang sebenarnya sangat bermanfaat untuk pertanian Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari peran pemuda. Tetapi lagi-lagi hal baik itu hanya sampai di meja skripsi atau tugas akhir, karena tidak ada sambutan dari pemerintah.

Peran pemerintah yang penting untuk selalu mendorong para pemuda untuk terus berkreasi dan berinovasi. Tujuannya adalah untuk memajukan pertanian Indonesia atau bahkan di sektor lain. Mengembangkan penelitian-penelitian menggunakan obyek sumber daya yang ada. Memfasilitasi berbagai hal yang berkaitan dengan kemajuan ketahanan pangan nasional. Apalagi di abad 21 ini, kita telah didukung oleh kemapanan teknologi. Kita bisa menggunakan berbagai kecanggihan-kecanggihan teknologi untuk pengembangan pertanian.

 

*) Peneliti Muda pada Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *