Jual Kulit Hewan Kurban? Ini Hukumnya

Esai, Literasi187 Dilihat

KH. Heri Kuswanto

Banyak daging, tidak kober ngurus kulit atau untuk bayar jagal. Ulama berpendapat, bahwa:

1) Imam Nawawi  dalam mazhab Syafi’i

–  menjadikannya sebagai upah para penjagal dan menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semuanya terlarang.

 واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا  كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك

Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi’i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

Jangan Lewatkan: Syarat Hewan Kurban: Poel (Tanggal Gigi), Umur dan Apalagi?

2) Imam Nawawi dalam Al-Majmu’

– Untuk upah jagal, tidak boleh dari penjualan kulit kurban.

– Boleh  seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan pemanfaatan barangnya seperti untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan lain-lainl.

3) Imam As-Syarbini dalam kitab Al-Iqna’

Jika  tidak ada yang mau memakan kulit tersebut, bisa  untuk buat terbang, bedug, dan lain-lain

– Itu jika bukan kurban nadzar, jika kurban nadzar (wajib) harus tersalurkan ke orang lain

4)  HR Hakim dalam  Faidhul Qadir

Sabda Rasulullah SAW.

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له) أي لا يحصل له الثواب الموعود للمضحي على أضحيته

Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya.

Ikuti: Pendaftaran LCC Sejarah Tingkat Kota Yogyakarta Tahun 2022

5) Habib Abdurrahman Ba’alawi

Dalam At-Tuhfah dan An-Nihayah

وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع الْمُسْلَمِ لملكه ما يعطاه، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه، قاله في التحفة والنهاية

“Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan daging yang telah tersalurkan kepada dia untuk makan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri.

 

Foto Profil KH Heri Kuswanto Lintang SongoKH. Heri Kuswanto, Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo, A’wan Syuriah PWNU DIY sekaligus dosen IIQ An Nur Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar