Oleh Ahmad Muchlish Amrin
Istilah jalan-jalan banyak digunakan oleh masyarakat kita untuk menyebut “piknik”. Setelah melakukan aktivitas, kesibukan, bahkan rutinitas yang menyita waktu mereka, lalu jalan-jalan ke suatu tempat dianggap bisa mengurangi kejenuhan, memberikan asupan vitalitas baru, sehingga hati dan pikiran lebih fresh.
Jangan Lewatkan Baca Juga: Jalur Pejalan Kaki
Melakukan jalan-jalan sejatinya mencari “jalan baru”, ” jalan keluar”, “nuansa baru”, sebagai bekal melanjutkan aktivitas harian dengan energi yang segar. Itulah sebabnya, banyak di antara mereka menganggap jalan-jalan sebagai kebutuhan. Jika ditinggalkan mereka merasa ada satu bagian dari kebutuhannya dikurangi.
Jalan-jalan yang meningkat menjadi kebutuhan bisa jadi terjadi pada mereka yang tidak bisa menemukan “jalan keluar” di rumah, sulit berimprovisasi mendapatkan “nuansa baru” dari rumah. Sebagian orang lain, mencoba mengganti “jalan-jalan” dengan kegiatan lain di rumah yang bisa menghibur, misal tata boga, musik, bercocok tanam, dan lain sebagainya. Sehingga intensitas bersama keluarga tetap bisa dilakukan dengan simpel dan sederhana di rumah.
Cari Beasiswa? Info Beasiswa Dalam dan Luar Negeri
Jalan-jalan sebagai pengganti istilah “liburan” memang diperlukan, meskipun bentuknya berbeda-beda. Pertumbuhan orang yang senang jalan-jalan setiap tahun bertambah. Itulah alasannya nyaris di setiap desa memiliki media atau tempat yang menyediakan orang untuk jalan-jalan.
Untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang, kadang seseorang butuh jalan-jalan. Iya kan? *
Ahmad Muchlish Amrin, Santri Kutub Yogyakarta
1 komentar