KH. Heri Kuswanto
Dalam konteks kontemporer terdapat 4 pendapat
1) Tidak boleh (tidak sah)
– Dalam Ahkâm al-Fuqahâ, mazhab Syafi’iyah mewajibkan zakat fitrah dengan makanan pokok (beras) 1 sha’ beras sebesar 2,75 kg atau 2,5 kg atau 3,5 liter.
– Jika dengan uang, panitia menyiapkan beras 2,7 kg, kemudian beras tersebut dibeli oleh calon muzakki, dan diserahkan sebagai zakatnya
– Ini pendapat Jumhur Ulama, dan juga tidak membolehkan zakat penghasilan tanah dengan uang.
Jangan Lewatkan Baca Juga:
- Beda Nuzulul Quran, Lailatul Qadar dan Tahapan Qur’an Turun
- Bayar Zakat untuk Tahun Depan dan Belum Zakat Masa Lalu?
- Tahapan Lahiriah Ibadah Haji dan Umrah Serta Tatakramanya
2) Boleh
– Mengikuti pendapat al-Tsaurî, dan mazhab Hanafiyah, tetapi harus konsisten bermazab Hanafiyah secara total.
– Yaitu 1/2 shâ‘ gandum (burr/hinthah) termasuk tepungnya (sawiq), dan dzabîb (kismis), atau 1 shâ‘ kurma (tamr), sya‘îr (jelai) dan keju, senilai 3,2615 kg (3,3 kg).
– Misalnya harga terbesar untuk kurma ajwa (Rp1.140.000), dan gandum (½ sha’ Rp 63.000)
3) Boleh
– Mengikuti pendapat Imam ar-Rûyânî, ulama mazhab Syafiiyah, meskipun lemah,
– Zakat fitrah dengan uang, dipandang lebih baik daripada berpindah mazhab atau mengikuti mazhab lainnya
4) boleh
– Mengikuti pendapat Hanafiyah dan Syekh Ibn Qasim, seorang ulama Malikiyah, dengan mengikuti mazhab Syafiiyah
– Nominal harga beras sesuai kualitas layak konsumsi masyarakat sebesar 2,75 kg atau 3,5 liter beras atau versi lain 2,5 kg.
– Besaran mengikuti mazhab Syafiiyah, tidak mengikuti pendapat Hanafiyah, yang justru lebih besar/berat.
CATATAN
Menyikapi aneka pendapat, misal bisa
– Mengikuti pendapat yang lemah dalam mazhab Syafii sekalipun
– Jika lebih sesuai dengan sifat fikih yang dinamis dan maslahat, yang berasas memberikan kemudahan, dan menghilangkan kesulitan terhadap muzaki (yang berzakat) dan juga bagi mustahiq (penerima).
KH. Heri Kuswanto, Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo, A’wan Syuriah PWNU DIY sekaligus dosen IIQ An Nur Yogyakarta.