Kuswaidi Syafi’ie
Jika ada seseorang yang menggunakan bentangan umurnya untuk aneka ragam kelalaian, untuk segala sesuatu yang tidak bermakna secara spiritual, bahkan untuk berbagai macam jenis pengingkaran, lalu dia sama sekali tidak merasa perlu untuk berduka dan menangisi hamparan umurnya yang telah terkotori tersebut, berarti dia telah mengalami musibah yang sesungguhnya.
Kita mesti berusaha agar tidak sampai mengalami hal yang demikian. Karena itu, kalau kita diserimpung oleh berbagai kelalaian dan dosa-dosa, lalu sama sekali tidak merasa bersalah dan bahkan datar-datar saja, maka yang semestinya kita kita curigai pertama kali tidak lain adalah hati kita sendiri.
Di waktu itu, berarti hati kita sudah tidak sensitif, sudah tidak terganggu oleh berbagai aksiden yang mengancam kesucian diri kita, tidak terganggu oleh berbagai tindakan yang sebenarnya menistakan diri kita.
Yang harus Dilakukan
Apa yang seharusnya kita lakukan jika berhadapan dengan hati yang sudah bebal seperti itu? Ketuklah secara terus-menerus hati itu dengan berbagai dzikir lisan. Biarpun seolah tidak bergeming sama sekali, terus saja pukul hati itu dengan dzikir lisan, seakan dipukul dengan martil yang sanggup meretakkan.
Terus saja lakukan hal seperti itu secara konsisten dan kontinyu. Hal itu memang merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Sangat berat dirasakan oleh hati itu sendiri. Akan tetapi siapa tahu dari hati yang sudah membatu itu masih bisa muncul sepercik air rohani keilahian. Amin. Wallahu a’lamu bish-shawab.
*) Penyair dan Pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi, Sewon Bantul Yogyakarta
2 komentar