Oleh Ahmad Muchlish Amrin
Penting. Ya, belajar itu penting. Dinamisasi kehidupan manusia sejak lahir adalah belajar; mulai dari belajar menangis, belajar menyusu pada Ibu, belajar makan, belajar tengkurap, belajar merangkak, belajar berjalan, belajar berlari, dan seterusnya.
Belajar tentu tidak melulu urusan-urusan besar, melainkan tak kalah penting juga belajar hal-hal kecil, remeh temeh, bahkan irisan-irisan hal ihwal yang nyaris tidak terpikirkan oleh manusia lain, yang dalam terminologi sosiologi disebut sub-altren.
Para peneliti dan pemikir dunia belakangan ini banyak yang terkonsentrasi pada (belajar) hal-hal paling kecil dan sederhana, dengan batasan-batasan kerangka pandang—yang kemudian menghasilkan temuan secara detail, mendalam, subtantif, dan unik.
Duduk. Ya, duduk—yang tidak sekadar dalam kata-kata. Duduk mengandung pengertian, gaya, presisi, sosio-kultur yang sangat kaya. Pikiran para pembelajar akan menyerap, menangkap, mencerna, dan action dalam perkara duduk. Boleh jadi berdasarkan serapan pandang; artinya pernah melihat orang lain sehingga berpengaruh pada pemikiran dan perilakunya ataupun duduk menjadi aksi yang didorong oleh pengetahuan referensial. Di sini yang bekerja adalah unsur sosio-kultur yang berpengaruh pada gaya biologis yang memunculkan pola dan gaya.
Jangan Lewatkan Biografi Lubang
Itu baru perkara duduk. Dan, ulasan ini tentu tidak memadahi untuk membahas panjang lebar makna duduk yang lebih mendalam.
Kerugian kita dalam hidup ini apabila merasa tidak perlu lagi belajar—lebih-lebih merasa “selesai”, merasa sudah pandai—toh, tupai saja sudah pandai melompat masih jatuh, bukan?
*) Santri Kutub Yogyakarta
2 komentar